Kapolri , Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan persnya usai mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Senin 11 Desember 2023.
Nasional

Dari Sambo hingga Cicak VS Buaya, Berikut Sederet Ujian Berat Polri

  • Ketegangan antara KPK dan Polri meningkat drastis pada 5 Oktober 2012, ketika puluhan anggota Brimob mengepung gedung KPK dengan tujuan menangkap penyidik KPK, Novel Baswedan.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Setelah runtuhnya Orde Baru, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mengalami banyak perubahan, Salah satu yang terpenting adalah lembaga ini  dipisahkan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan menjadi lembaga yang terpisah dari TNI.

Pemisahan tersebut dianggap sebagai sebuah langkah signifikan dalam upaya reformasi di Indonesia. 

Namun, sejak reformasi, Polri telah menghadapi serangkaian ujian berat yang menguji integritas dan kapabilitasnya. Bertepatan dengan Hari Bhayangkara yang jatuh pada setiap 1 Juli, berikut sederet ujian berat polri sejak reformasi,

Cicak vs Buaya jilid 1

Pada bulan Juli 2009, isu bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyadap Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji terkait kasus Bank Century mulai beredar. 

Isu ini memicu ketegangan antara KPK dan Polri, Susno Duadji kemudian mempopulerkan analogi "Cicak vs Buaya" untuk menggambarkan pertentangan antara KPK dan Polri. 

Ketegangan ini memuncak pada Mei 2010, ketika Bareskrim Polri menahan dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Martha Hamzah, atas tuduhan kasus penyuapan. 

Dua minggu setelah penahanan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara, menyatakan adanya permasalahan serius di tubuh Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK, yang perlu segera diselesaikan.

Cicak vs Buaya jilid 2

Pada awal Oktober 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengusut kasus korupsi simulator SIM yang menjerat Irjen Djoko Susilo.

Ketegangan antara KPK dan Polri meningkat drastis pada 5 Oktober 2012, ketika puluhan anggota Brimob mengepung gedung KPK dengan tujuan menangkap penyidik KPK, Novel Baswedan. 

Tindakan ini memicu aksi protes dari aktivis antikorupsi yang berkumpul di depan gedung KPK untuk menunjukkan dukungan mereka terhadap lembaga tersebut. 

Situasi yang memanas akhirnya membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara pada 8 Oktober 2012, menyerukan agar permasalahan antara KPK dan Polri diselesaikan secara baik dan damai.

Cicak vs  Buaya jilid 3

Pada 13 Januari 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi, yang memicu ketegangan baru antara KPK dan Polri. 

Hanya sepuluh hari kemudian, pada 23 Januari 2015, Polri menangkap Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dengan tuduhan memerintahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu dalam kasus sengketa pilkada pada 2010. 

Penangkapan Bambang ini menimbulkan kegemparan dan memperburuk hubungan antara kedua institusi penegak hukum. 

Pada hari yang sama, Presiden Joko Widodo memanggil Ketua KPK dan Wakapolri untuk berdiskusi, lima jam setelah penangkaan bambang.

Menyusul pertemuan tersebut, Presiden Jokowi memberikan pernyataan singkat yang menekankan pentingnya menjaga keharmonisan antara KPK dan Polri serta menyatakan bahwa hukum harus ditegakkan dengan adil dan tanpa intervensi.

Kasus Ferdy Sambo

Kasus Ferdy Sambo menjadi sorotan utama dalam berita nasional selama berbulan-bulan, kasus ini membawa dampak besar terhadap citra kepolisian Indonesia. 

Ferdy Sambo, seorang perwira tinggi Polri, terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang ditemukan tewas di rumah dinas Sambo pada Juli 2022. 

Awalnya kasus ini diklaim sebagai baku tembak, kematian Brigadir Yosua akhirnya terungkap sebagai pembunuhan yang direncanakan.

Pada bulan Agustus 2022, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka utama dan dihadapkan pada tuduhan pembunuhan berencana serta penyalahgunaan kekuasaan. 

Setelah serangkaian sidang intensif, Sambo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada awal 2023. 

Kasus Teddy Minahasa

Kasus Teddy Minahasa menjadi salah satu peristiwa paling kontroversial dalam sejarah kepolisian Indonesia. 

Teddy Minahasa, seorang perwira tinggi Polri, ditangkap terkait kasus penyalahgunaan narkotika. 

Kasus ini bermula pada akhir 2022, ketika Teddy Minahasa ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan tuduhan terlibat dalam jaringan perdagangan narkoba. 

Investigasi mengungkap bahwa Minahasa diduga kuat terlibat dalam penyalahgunaan dan distribusi narkotika.

Pengadilan menetapkan bahwa Minahasa bersalah atas semua tuduhan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada awal 2023.