Data Impor Ekspor China - RI Tak Sinkron, Kemenperin: Ada 'Jalan Tikus'
- Perbedaan data ini diungkapkan Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Suryamin menyebut ada perbedaan data impor dan ekspor untuk pakaian jadi asal Cina antara International Trade Centre (ITC) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang cukup signifikan
Makroekonomi
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) buka suara terkait adanya perbedaan data impor produk tekstil dari China dengan data ekspor China yang dikirim ke Indonesia.
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Reni Yanita, tak menampik hal ini membuat banyak barang tekstil asal China yang masuk Indonesia melalui jalan tikus atau ilegal. Sehingga angka importasi ini tidak tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sementara China tetap melakukan pencatatan ekspor.
“Karena kalau di China, industrinya ekspor dapat pengembalian pajak atau tax rebate 30 persen, akhirnya kan melaporkan semua. Kalau di RI karena lewatnya pintu mana, ada yang tidak tercatat bisa juga seperti itu penyebab data BPS nggak sinkron dengan data yang dari China,” kata Reni di Kompleks Parlemen, Jakarta dikutip Rabu, 10 Juli 2024.
- Negara Sawit, Indonesia Rajai Produksi, Ekspor, dan Konsumsi di Dunia
- Asing Mulai Akumulasi BBRI, Bagaimana Prospek Sahamnya?
- Laba, Utang, dan Kredit Macet Fintech Lending Melonjak, Untung atau Buntung?
Reni menyebut, minimnya pengawasan membuat daerah-daerah pelabuhan menjadi jalan masuk impor ilegal di Tanah Air termasuk dari Cina. Pengawasan berada di luar wewenang Kemenperin dan berada dalam tanggung jawab Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Ia menilai ranah Kemenperin sudah jelas dengan mengukur tenaga kerja, pajak penghasilan (PPh) badan, PPn (pajak pertambahan nilai) serta tumbuhnya investasi untuk bahan bakunya dengan ekspornya.
Sebelumnya, perbedaan data ini diungkapkan Sekjen Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO) Suryamin menyebut ada perbedaan data impor dan ekspor untuk pakaian jadi asal Cina antara International Trade Centre (ITC) dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang cukup signifikan.
Dari data tahun 2004 sampai 2023 yang dicatat Hippindo, ekspor China ke Indonesia yang tercatat di ITC nilainya lebih besar dibanding data impor asal China ke Indonesia yang tercatat di BPS.
Misalnya pada 2004 ekspor China ke Indonesia berdasarkan data ITC nilainya US$46,4 juta, sementara impor yang diterima Indonesia dari sana berdasarkan BPS hanya US$1,8 juta. Kemudian di tahun 2012 ekspor China berdasarkan ITC ada 1,08 miliar, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya US$80,9 juta.
Kemudian di tahun 2020, ekspor China berdasarkan ITC ada US$358,0 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia dari China berdasarkan BPS hanya US$162,9 juta. Di tahun 2023 ekspor China berdasarkan ITC US$269,5 juta, sedangkan impor yang diterima Indonesia berdasarkan BPS hanya US$118,8 juta.
Dalam Kesempatan yang sama, Ketua Umum, Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan perkiraan produk impor ilegal dari China yang masuk ke Indonesia bisa mencapai US$1,4 miliar.
"Data dari China sendiri impor tekstil berbeda sama yang diterima. Jadi ada potensi ilegal kalau enggak salah datanya selisihnya US$1,4 miliar itu potensi ilegalnya," jelasnya
Hippindo menilai sebenarnya untuk mengatasi produk impor ilegal adalah dengan pemberantasan produk impor ilegal. Justru dengan memperketat regulasi impor, dikhawatirkan impor ilegal makin marak.