logo
Dubai Mall.
Properti

Daya Saing Mall Kelas Bawah Mulai Tertinggal, Ini Penyebabnya

  • Mall-mall konvensional yang tidak melakukan revitalisasi performanya menurun. Sementara mall premium tetap stabil karena menawarkan konsep hiburan yang menarik dan tenant yang beragam

Properti

Debrinata Rizky

JAKARTA - Kinerja pusat perbelanjaan atau mall tengah menghadapi tekanan pada kuartal I-2025, terutama di segmen kelas menengah ke bawah. Colliers Indonesia mencatat, okupansi mall kelas tersebut hanya berkisar 50 persen.

Senior Associate Director Colliers Indonesia, Ferry Salanto menyebut angka tersebut jauh tertinggal dari mall kelas atas yang masih bisa mempertahankan okupansi hingga 90%. Ferry Salanto mengatakan, daya saing mall kelas bawah mulai tertinggal karena kurangnya inovasi konsep dan tenant mix.

“Mall-mall konvensional yang tidak melakukan revitalisasi performanya menurun. Sementara mall premium tetap stabil karena menawarkan konsep hiburan yang menarik dan tenant yang beragam,” katanya dalam Media Briefing Colliers secara virtual pada Senin, 14 April 2025.

Ia menambahkan, kondisi ekonomi yang masih tidak stabil juga membuat pelaku ritel menahan ekspansi. Banyak tenant memilih mengoptimalkan toko yang sudah ada ketimbang membuka cabang baru.

Ferry menjelaskan harapan tetap ada lewat konsep hiburan dan leisure. Beberapa mall mulai menghadirkan atraksi seperti kebun binatang digital, trek go-kart, dan pengalaman interaktif lain untuk menarik pengunjung. Konsep ini diyakini efektif menggaet impulse buyer yang datang untuk hiburan namun akhirnya melakukan pembelian.

Dari sisi tarif sewa, mall premium dan menengah atas tetap mampu mempertahankan harga karena daya beli segmen pengunjungnya lebih kuat. Sementara itu, mall kelas menengah ke bawah harus lebih fleksibel dalam menawarkan harga sewa agar tetap kompetitif.

Jika dibandingkan dari kuartal I 2025 dengan kuartal IV 2024, tarif sewa masih terpantau stabil di kuartal 1-2025, Rp564,187 di Jakarta, Rp389,589 di BoDeTaBek.

Namun beberapa pusat perbelanjaan telah memperhitungkan kenaikan biaya pemeliharaan di kuartal I 2025 ini. Di Jakarta, biaya pemeliharaan tumbuh sekitar 2%, di BoDeTaBek sekitar 3%, masing-masing tercatat Rp 156,734 dan Rp131,277 pada kuartal 1-2025.

Disisi lain Ferry juga mencatat, pasokan baru di Jakarta pada kuartal ini datang dari proyek Agora Lifestyle, dengan beberapa proyek ritel besar lainnya masih dalam tahap konstruksi hingga 2026.

Meski ekspansi tenant masih terbatas, pemilik mall diperkirakan akan terus mengandalkan diversifikasi hiburan dan program loyalitas untuk menjaga trafik dan okupansi.

Imbas Trump tariff dan Efisiensi Pemerintah 

Ferry melanjutkan dari pasar ritel pengenaan tarif tambahan oleh Amerika diharapkan dapat mendorong produksi lokal dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Dengan pengenaan tarif tambahan di Asia yang lebih tinggi dari Indonesia,diharapkan arus investasi dapat meningkat seperti sektor tekstil, sepatu, dan barang konsumsi.

"Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru terbuka dan daya beli masyarakat meningkat. Lebih jauh akan memberikan dampak pada kinerja penjualan ritel dan tingkat hunian mal,"katanya.

Menurut Ferry, meskipun belum banyak, beberapa retailer terutama F&B telah membuka gerai pertamanya di Indonesia. Artinya, pasar Indonesia masih menjanjikan untuk ekspansi. Diharapkan kerja sama terkait regulasi dari pemerintah dapat terus mendorong lebih banyak retailer asing untuk masuk ke Indonesia.