Deddy Corbuzier Mengaku Hampir Mati karena COVID-19
- Pengakuan Deddy Corbuzier hari ini mengejutkan karena ternyata mantan pembawa acara televisi itu mengalami sakit kritis karena COVID-19 bahkan hampir meninggal.
Gaya Hidup
JAKARTA -Deddy Corbuzier pamit dari podcast pada dua pekan lalu. Masyarakat bertanya-tanya alasan sang mentalis itu menonaktifkan kesibukannya di media sosial.
Pengakuannya hari ini mengejutkan karena ternyata mantan pembawa acara televisi itu mengalami sakit kritis karena COVID-19. Bahkan disebutnya hampir meninggal.
"Mohon maaf saya baru bisa memberitahu keadaan sebenarnya pada masyarakat. Intinya dua minggu saya break semuanya karena saya harus konsentrasi pada kesehatan saya. Saya sakit. Kritis, hampir meninggal karena badai Cytokine, lucunya dengan keadaan sudah negatif. Yes it's COVID-19," tulis Deddy di akun Instagramnya, Minggu, 22 Agustus 2021.
Dia menjelaskan bahwa selama terpapar COVID-19, dia dirawat intensif di RSPAD Gatot Subroto Jakarta oleh dr. Wenny Tan dan dr. Gunawan, termasuk Jenderal Lukman, Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto.
- Perang Afghanistan dalam Angka
- Kantongi Izin OJK, Fintech Agrikultur TaniFund Kejar Pembiayaan Baru Rp700 Miliar
- Dikejar Target Energi Bersih 2025, Kementerian ESDM Kebut Pengembangan PLTS dengan 3 Cara ini
Meski terinfeksi COVID-19 tanpa gejala, paru-paru Deddy Corbuzier mengalami kerusakan hingga 60% yang membuatnya tak berdaya selama dua hari.
"Tanpa gejala apapun tiba tiba saya masuk ke dalam badai Cytokine dengan keadaan paru paru rusak 60% dalam dua hari. Jendral Lukman Waka RSPAD, Dr Wenny Tan hingga Dr Gunawan turun tangan semaksimal mungkin untuk menstabilkan keadaan saya keluar dari masa kritis," terangnya.
Mantan pembawa acara "Hitam Putih" itu bersyukur bahwa meski berada dalam kondisi kritis karena COVID-19, saturasi oksigennya tidak ikut turun. Dimana selama kondisi kritis saturasinya bertahan di angka 97-99%.
"Hebatnya oksigen darah saya tidak turun bahkan diam di 97-99 karena pola hidup sehat saya selama ini. Hingga saya bisa selamat walau dengan kerusakan paru yang parah," pungkasnya.
"Bayangkan kerusakan sebesar itu tanpa penurunan oksigen," imbuhnya.*