<p>Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. / Kemenkeu.go.id</p>
Makroekonomi

Defisit APBN Capai 2,82 Persen, Banggar: Tertinggi Sepanjang Transisi Pemerintahan

  • Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, defisit anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar 2,45% hingga 2,82% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Makroekonomi

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, defisit anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 dipatok sebesar 2,45% hingga 2,82% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Hal tersebut telah mempertimbangkan seluruh program pemerintahan baru yang akan dipimpin Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Sri Mulyani mengungkapkan, kebijakan APBN 2025 akan terus didesain ekspansif, namun terarah dan terukur.

“Defisit yang kami sampaikan antara 2,45-2,82% membiayai seluruh program-program priortias pemerintah baru,” katanya, pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), dalam rangka penyampaian tanggapan pemerintah atas tanggapan fraksi-fraksi DPR RI terkait Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, Selasa 5 Juni 2024.

Ia menambahkan, pembiayaan program prioritas akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan yang inovatif, hati-hati, dan berkelanjutan, dengan menggunakan berbagai manajemen yang di-benchmark secara global untuk menciptakan kepercayaan dan transparansi. Dengan demikian, pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang prudent, yaitu antara 37,98% hingga 38,71% dari total PDB.

“Kita akan menggunakan vehicle atau instrumen fiskal seperti kekayaan negara yang dipisahkan, yaitu BUMN, BLU, special mission vehicle, dan sovereign wealth fund untuk bisa menciptakan inovatif pembiayaan, namun tetap terjaga,” jelasnya.

Ia menekankan, pemerintah akan memaksimalkan penggunaan sisa anggaran untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi dan menciptakan akses pembiayaan bagi masyarakat yang membutuhkan.

“Ini termasuk masyarakat berpendapatan rendah melalui berbagai skema kerja sama pemerintah dan juga badan usaha yang sustainable menjadi berbagai pilihan dari pembiayaan yang inovatif,” paparnya.

Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta agar kebijakan defisit fiskal pada tahun 2025 atau awal pemerintahan baru diarahkan menuju keseimbangan, yaitu 0% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Kebijakan defisit pada APBN 25 sebagai APBN transisi diarahkan pada surplus anggaran atau defisit 0%,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Edy Wuryanto.

“Pada APBN transisi, tidak sepantasnya pemerintahan lama memberi beban defisit atas program-program yang belum tercantum dalam RKP (rencana kerja pemerintah) dan RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) pemerintahan baru,” sambung dia.

Intinya, pemerintah perlu mengemukakan kriteria dan indikator kualitas belanja negara. Menurutnya, saat ini 50% belanja pemerintah pusat digunakan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan operasional, sementara 50% sisanya dialokasikan untuk masyarakat.

Di samping itu, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic menyatakan, defisit APBN di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran sangat tinggi. Pemerintah menetapkan target defisit untuk tahun 2025 dalam kisaran 2,45%-2,82% dari PDB yang dirancang sebesar Rp3.500 triliun.

Dolfie Othniel Frederic. (YouTube DPR RI)

“Pertanyannya ini belanjanya siapa? Menteri-menteri tidak punya visi misi. Yang punya visi misi presiden. Nah, Rp3.500 triliun itu belanja di 2025 ini proyek siapa? Cawe-cawe siapa? Apakah ini proyek-proyek titipan? Kan tidak, APBN bukan proyek penitipan proyek.”

Ia bahkan menyebut, target defisit kisaran 2,45% hingga 2,82% dari PDB pada 2025 ini merupakan tertinggi sepanjang sejarah proses transisi masa pemerintahan yang pernah ada.

Dalam rapat kerja bersama dengan Banggar, pada Selasa, 4 Juni 2024, Dolfie mengatakan, defisit transisi tersebut yang paling tinggi dari proses transisi yang pernah ada. “Jadi, seharusnya lebih rendah defisitnya,” sambungnya.

APBN pemerintahan Prabowo-Gibran dirancang dan disetujui bersama oleh pemerintahan saat ini dengan DPR. Dolfie menyatakan, defisit yang tinggi bisa membatasi ruang belanja pemerintahan baru.

Ia juga mempertanyakan program-program yang telah dirancang oleh pemerintahan baru tersebut. “Presidennya belum bekerja, anggarannya sudah dirancang defisit lebih dari Rp600 triliun. Ini untuk membiayai program siapa? Nah inilah, karena ini anggaran transisi, cara berpikir kita juga transisi,” tegas Dolfie.

Menanggapi hal tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, defisit APBN yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya pembayaran bunga utang. Ia menambahkan, pihaknya sedang mencari strategi alternatif untuk membayar bunga utang tersebut.

“Pembayaran bunga yang meningkat ini yang memang mesti di stream line lagi kira-kira ke depan itu kalau kita mau melakukan belanja dengan sumber utang, sebaiknya belanja modal itu revenue base. Maknanya, dia bisa secara finance membayar kembali utang-utang itu,” papar Suharso.