Defisit Transaksi Berjalan Indonesia Capai US$2,2 Miliar pada Kuartal I 2024
- Penurunan surplus neraca perdagangan non-migas dari triwulan sebelumnya juga menekan transaksi berjalan.
Makroekonomi
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai US$2,2 miliar atau 0,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I 2024. Nilai ini setara dengan Rp15,98 triliun (kurs Rp15.988 per dolar AS). Bahkan, defisit ini lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal IV 2023 yang mencapai US$1,1 miliar atau 0,3% terhadap PDB.
Asisten Gubernur Bank Indonesia, Erwin Haryono, menyebut defisit transaksi berjalan ini tetap rendah meskipun terjadi perlambatan ekonomi global dan harga komoditas ekspor yang masih belum kuat, alhasil berdampak pada penurunan ekspor pada periode tersebut.
“Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatat defisit yang terkendali seiring dampak peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global,” kata Erwin dalam keterangan resmi, pada Senin, 20 Mei 2024.
- Solusi Preventif untuk Hunian di Kawasan Rawan Banjir
- Cara Menghadapi Teror dari Debt Collector Pinjol Ilegal
- Iduladha Semakin Dekat, Simak Tips Menabung untuk Membeli Hewan Kurban
“Defisit neraca pendapatan primer juga sedikit melebar yang disebabkan oleh peningkatan pembayaran bunga atau kupon investasi terhadap investor non resident sejalan dengan masih tingginya tingkat suku bunga global,” paparnya.
Selain itu, penurunan surplus neraca perdagangan non-migas dari triwulan sebelumnya juga menekan transaksi berjalan. Penurunan ini disebabkan oleh kinerja ekspor non-migas yang menurun sejalan dengan perlambatan ekonomi global.
Sementara, defisit neraca jasa membaik dikontribusikan oleh kenaikan surplus jasa perjalanan sebagai dampak dari meningkatnya penerimaan devisa wisatawan mancanegara, antara lain didorong oleh tingginya kedatangan wisatawan asal China. Namun demikian, defisit neraca pendapatan primer sedikit meningkat, dipengaruhi oleh tingginya tingkat suku bunga global.
“Kinerja neraca pendapatan sekunder juga meningkat yang didorong oleh peningkatan penerimaan remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI),” ujar dia.
Erwin memproyeksikan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun ini akan tetap terjaga dengan transaksi berjalan yang diperkirakan dalam kisaran defisit rendah, antara 0,1% hingga 0,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan mencatat surplus sejalan dengan prakiraan peningkatan aliran masuk modal asing,” kata Erwin.
Hal ini seiring meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional serta imbal hasil investasi yang menarik.
Pada triwulan I 2024, NPI mencatat defisit sebesar US$6,0 miliar, sementara posisi cadangan devisa pada Maret 2024 tetap tinggi mencapai US$140,4 miliar, setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, yang berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Selanjutnya, neraca perdagangan barang pada kuartal I-2024 mencatat surplus US$ 9,8 miliar, turun dari surplus pada kuartal sebelumnya yang mencapai US$11,4 miliar. Perkembangan ini terjadi karena penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas, di tengah perbaikan pada defisit neraca perdagangan migas.
Selanjutnya, neraca perdagangan non-migas mencatat surplus US$14,8 miliar pada kuartal I-2024, turun dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai US$17,3 miliar. Penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas dalam laporan triwulanan ini disebabkan oleh moderasi dalam ekspor non-migas, sejalan dengan perlambatan ekonomi global.
Ekspor nonmigas mencatatkan angka US$58,2 miliar pada kuartal I-2024, menurun dari capaian pada kuartal sebelumnya sebesar US$62 miliar. Namun, pertumbuhan tahunan ekspor non-migas menunjukkan kontraksi yang lebih rendah, yaitu dari 9,8% secara tahunan (yoy) pada kuartal IV-2023 menjadi 7,9% pada kuartal I-2024.