Para karyawan pabrik usai jam kerja di kawasan PT Panarub Kota Tangerang, Kamis 17 Februari 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Nasional

Deflasi Terdalam dan Nasib Kelas Menengah

  • Deflasi yang terjadi selama lima bulan beruntun menandakan semakin tertekannya kelas menengah. Sudah saatnya pemerintah memberlakukan pajak kekayaan bagi 50 orang superkaya

Nasional

Andi Reza Rohadian

Awal bulan yang identik dengan acara belanja bulanan keperluan rumah tangga di beberapa wilayah tak lagi seramai biasanya. Suasana di sebuah pasar swalayan terkemuka di kawasan Tangerang Selatan, Senin petang, 30 September, tampak sepi. 

Lahan parkir kendaraan roda empat banyak yang kosong. Kondisi di dalam sami mawon. Konsumen tak perlu antri untuk membayar barang yang dibelinya. Selain suasana yang lengang, ada pula satu hal lain yang tak biasa. Swalayan itu memberi diskon sebesar 40 opersen untuk sejumlah jenis barang.

Konsumen tentu senang-senang saja mendapat potongan harga. Tapi mengingat diskon diberikan tanpa cantolan hari besar nasional atau keagamaan, rasanya sangat janggal. Ada apa? Mungkinkah ini akibat keberadaan empat swalayan berukuran besar dalam radius sekitar satu kilometer? 

Kalau betul begitu, pasti ada yang salah dalam pemberian izin swalayan oleh pemerintah kota setempat. Atau mungkin juga pihak pemegang merek swalayan mengobral hak franchise dan membiarkan investor saling sikut di wilayah yang sama. Entahlah.

Jawaban agak jelas muncul sehari kemudian. Badan Pusat Statistik (BPS)  mengumumkan deflasi 0,12% secara bulanan (month to month/mtm). Ini sekaligus menandakan deflasi terjadi selama lima bulan beruntun.

"Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi terbesar adalah makanan, minuman dan tembakau dengan deflasi 0,59%," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa, 1 Oktober 2024.

Deflasi Terdalam Sejak 2020

Deflasi pada kelompok ini, kata Amalia merupakan yang terdalam sejak 2020. Beberapa komoditas dengan andil besar adalah cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, daging dan tomat.

Deflasi sendiri adalah lawan kata dari inflasi. Jika inflasi terjadi karena merosotnya nilai uang (kertas) karena banyaknya dan cepatnya uang (kertas) beredar sehingga menyebabkan naiknya harga barang-barang. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan inflasi adalah adanya kecenderungan kenaikan harga-harga dan jasa dalam waktu panjang dalam perekonomian negara. Penyebabnya karena tidak seimbangnya arus uang dan barang.

Akan halnya deflasi merupakan fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Beberapa penyebab terjadinya deflasi antara lain, penurunan jumlah uang beredar di masyarakat karena cenderung menyimpan uangnya di bank, berkurangnya permintaan barang sementara produksi akan barang terus meningkat atau tidak bisa dikurangi. 

Bisa juga lantaran masyarakat tidak lagi mengkonsumsi komoditi tersebut karena bosan atau membatasi pembelian. Deflasi dapat pula disebabkan oleh perlambatan kegiatan ekonomi, sehingga banyak pekerja yang terdampak sehingga menyebabkan penurunan penghasilan yang berujung jumlah uang beredar di masyarakat pun menjadi berkurang.

Mengacu pada kondisi saat ini, hampir pasti deflasi selama lima bulan beruntun disebabkan melorotnya jumlah kelas menengah di tanah air. Proporsi kelas menengah Indonesia pada tahun 2024 sebanyak 47,85 juta penduduk. Bandingkan dengan lima tahun sebelumnya yang mencapai  57,33 juta penduduk.

Celakanya kelas menengah di Indonesia berada di batas bawah. Sedikit saja terjadi guncanagn ekonomi, mereka rentan terperosok ke kelompok miskin. Bank Dunia mendefinisikan kelas menengah adalah mereka yang punya pengeluaran sebesar Rp1,2 juta hingga Rp6 juta per bulan per kapita. 

Sementara warga dengan pengeluaran Rp532 ribu sampai 1,2 juta per bulan per kapita masuk dalam kategori kelompok menuju kelas menengah. Golongan masyarakat dalam kelompok menuju kelas menengah bisa jadi seketika turun kelas, karena minimnya bantuan atau subsidi. 

Begini contohnya, masyarakat yang memiliki gaji sebesar Rp2 juta, yang tidak dikategorikan miskin lagi, tidak memiliki akses ke program perlindungan sosial atau mendapat subsidi, seperti bantuan pangan, pendidikan, dan sejenisnya.

Pemerintah boleh saja bilang tak perlu ada yang dikawatirkan dengan deflasi lima bulan berturut-turut. Tapi jangan lupa, kelompok kelas menengah memiliki persentase konsumsi sebesar 82 persen dari total konsumsi seluruh masyarakat Indonesia.

"Jadi ketika kelas menengah turun pendapatannya itu sebetulnya menggambarkan struktur ekonomi secara keseluruhan, menggambarkan industri manufaktur, menggambarkan industri jasa, progres pengembangan pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat," papar Media Wahyudi, peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Dengan beberapa kontribusi ini, kelas menengah jelas merupakan penopang ekonomi paling besar di Indonesia. "Kalau kelas menengah hancur, ekonomi kita akan kolaps," tandasnya.

Media tak asal bicara. Ini terkonfirmasi dengan data S&P Global yang menunjukkan PMI manufaktur (indeks yang mengukur arah tren ekonomi dalam sektor manufaktur) menurun dan dua bulan beruntun mengalami kontraksi. 

Aktivitas manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 48,9 pada Agustus 2024. PMI sendiri sudah turun selama lima bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 dan terus anjlok hingga Agustus 2024.

Distribusi industri manufaktur terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 18,52 persen, di atas sektor andalan lain seperti pertanian, perdagangan, konstruksi, dan pertambangan.

Melemahnya produksi dan permintaan baru menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di pabrik sektor manufaktur Indonesia. PHK Januari-September mencapai 53.000 orang.

Pajak Kekayaan Bagi 50 Orang Superkaya

Toh pemerintah seperti tutup mata akan jasa dan peran kelas menengah. Di saat mereka sedang terengah-engah mempertahankan hidup, pemerintah terus membebani  dengan berbagai kewajiban yang harus dibayar. 

Mulai dari BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Hari Tua, BPJS Ketenagakerjaan Jaminan Pensiun, Pajak Penghasilan (PPh 21), hingga Tapera (Tabungan Perumahan rakyat), Asuransi Tanggung Jawab Pihak Ketiga dan Program Pensiun Tambahan yang tinggal menunggu penerbitan peraturan pelaksanaannya. 

Belum lagi dengan rencana kenaikan PPN 12 persen, kenaikan tarif listrik dan “penyesuaian” BBM bersubsidi  tahun depan. Agaknya pemerintah begitu percaya diri dengan posisi PDB yang konstan berada di level 5 %. Dengan pencapaian itu, memang Indonesia masih lebih baik dari China (4,7%), Singapura (2,9%) dan Korea Selatan (2,3%).

Tapi tetap saja pemerintah tak boleh mengabaikan kelas menengah. Menurunnnya pendapatan kelas menengah menggambarkan struktur ekonomi secara keseluruhan. Seperti sudah disebutkan tadi, kelas menengah merupakan penopang ekonomi di sebuah negara. Kontribusi mereka terhadap PDB jauh melampaui kelas atas.

Supaya adil, Celios mengusulkan agar pemerintah memberlakukan pajak kekayaan bagi 50 orang superkaya di Indonesia. Menurut perhitungan Celios dana yang dapat ditarik dari 2% nilai kekayaan mereka mencapai Rp81,6 triliun per tahun. 

Ini cukup untuk membiayai program makan gratis yang dicanangkan presiden terpilih Prabowo Subianto. Jika anggaran satu paketnya Rp15.000, dana tersebut cukup untuk menjangkau 15 juta masyarakat sepanjang tahun.

Dana sebanyak itu, antara lain, juga bisa dimanfaatkan untuk 408.000 penelitian ilmiah dan membangun 339.000 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah tiap tahun.