Seorang Pengunjung Berjalan di Depan Pengangkut Bijih Besi di Port Dampier operations Rio Tinto di Australia Barat (Reuters/Melanie Burton)
Energi

Demi Berkelanjutan, Dekarbonisasi Industri Besi dan Baja Butuh Peta Jalan

  • Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah dan pelaku industri besi dan baja di upaya pengurangan emisi demi mencapai usaha yang lebih hijau dan yang berkelanjutan.
Energi
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah dan pelaku industri besi dan baja di upaya pengurangan emisi demi mencapai usaha yang lebih hijau dan yang berkelanjutan.

IESR mencatat industri besi dan baja bertanggung jawab terhadap 4,9% dari total emisi industri  yang mencapai setara 430 juta ton karbon dioksida pada 2022, atau berkisar setara 20-30 juta ton karbon dioksida per tahun.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyebut bahwa upaya dekarbonisasi sektor industri besi dan baja perlu mengatasi perpindahan teknologi proses produksi besi dan baja. Saat ini, 80% produksi besi dan baja di Indonesia masih diproduksi dengan teknologi tanur tinggi atau blast furnace, bahan bakarnya masih didominasi dengan penggunaan batubara dan kokas (bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara rendah abu dan rendah sulfur).

Baca Juga: Kementerian ESDM dan ENI Sepakati Kerja Sama Dekarbonisasi

Artinya, semakin banyaknya rasio penggunaan teknologi blast furnace dalam produksi besi dan baja nasional maka upaya penurunan emisi di industri besi dan baja di Indonesia akan menjadi lebih sulit di tahun berikutnya.

“Baja menjadi material kritis yang diperlukan di berbagai aspek pembangunan, termasuk untuk teknologi untuk mendukung transisi energi di seluruh dunia. Penerapan 1 MW teknologi energi terbarukan seperti panel surya dan, turbin angin memerlukan sekitar 20-180 ton baja,” ujar Fabby dilansir pada Kamis, 21 Maret 2024.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menunjukkan secara nasional pada 2022, konsumsi baja rata-rata sebesar 15,62 juta ton per tahun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan jumlah produksi baja rata-rata sekitar 12,46 juta ton per tahun. Sementara, dari sisi ekspor, industri besi dan baja mengalami tren peningkatan dari US$7,9 miliar pada tahun 2019, menjadi US$28,5 miliar pada tahun 2022.

Sehingga urgensi dekarbonisasi sektor industri besi dan baja juga dipengaruhi secara global dengan adanya aturan produk rendah emisi dan penetapan batas karbon untuk ekspor, serta perdagangan karbon.

Dekarbonisasi industri besi dan baja ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama untuk mencapai Indonesia Emas 2045, melindungi rantai pasokan dalam negeri dan ekonomi masa depan, dan meningkatkan daya saing ekspor untuk pasar global yang semakin sadar akan praktik ramah lingkungan.