Pekerja memeriksa intalasi panel surya di gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Senin, 27 September 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Industri

Demi Ketahanan Energi Nasional, Indonesia Perlu Diversifikasi Sumber Listrik dari Batu Bara

  • Menurut data Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) pada 2020, 50,3% dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui PLTU batu bara.

Industri

Reza Pahlevi

JAKARTA – Menurut data Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) pada 2020, 50,3% dari listrik di Indonesia dihasilkan melalui PLTU batu bara. Mengingat batu bara merupakan sumber daya alam yang dapat habis, Indonesia perlu memikirkan alternatif sumber energi sebelum terlambat.

Selain mendominasi sumber listrik, batu bara juga menjadi komoditas ekspor yang berkontribusi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dan memberikan dampak positif pada neraca dagang Indonesia.

Pada 2019, Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 455 juta ton dengan valuasi sebesar US$34 miliar (asumsi harga US$75 per ton). 

Fakta ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam usahanya untuk melakukan dekarbonisasi bidang energi, khususnya ketenagalistrikan. Selain itu, Indonesia juga perlu menjaga kualitas pertumbuhan ekonomi tetap terjadi.

Melalui Program Clean Affordable and Secure Energy (CASE) Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan lembaga pemerintah Jerman, GIZ dan Institute for Essential Services Reform (IESR) berupaya menjawab kebutuhan pemerintah Indonesia dalam diversifikasi sumber listrik.

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas Rachmat Mardiana mengatakan Indonesia melihat pentingnya diversifikasi sumber listrik untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional.

“Pemenuhan kebutuhan listrik akan diarahkan dari listrik terbarukan yang juga banyak tersedia di berbagai daerah di Indonesia. Peran pembangkit batu bara akan secara terus menerus dikurangi,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Selasa, 26 Oktober 2021.

Mengingat pentingnya peran batu bara untuk Indonesia, Program CASE Indonesia berinisiatif menyusun strategi komprehensif dalam diversifikasi sumber listrik. Strategi ini nantinya didasari oleh data-data lapangan dan kesiapan para pemangku kepentingan.

Program CASE memiliki tujuan agar transisi energi dari batu bara ke energi baru terbarukan (EBT) dapat berjalan mulus dan berkelanjutan. 

“Dunia terus berusaha untuk menjauh dari sumber energi yang volatile atau rapuh dari sudut pandang ekonomi. Energi bersih terus diupayakan untuk menggantikan sumber dari batu bara,” ujar Jan Kristof Wellershoff dari Kementerian Federal Ekonomi dan Energi Jerman.

Dibiayai oleh Kementerian Lingkungan, Konservasi Alam dan Keamanan Nuklir Jerman (BMU), CASE bertujuan untuk mendukung perubahan sektor energi di kawasan Asia Tenggara yang berbasis bukti dalam rangka memenuhi target dari Perjanjian Paris

“Sebagai negara yang sudah lebih dahulu mempraktekan transisi energi, kami paham Indonesia membutuhkan dukungan dari negara-negara yang sudah berpengalaman,” ujar Kerstin Maria Rippel dari 50Hertz. 

Selain di Indonesia, program CASE juga dilakukan di Filipina bersama Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC), di Thailand bersama Energy Research Institute (ERI) dan Thailand Development Research Institute (TDRI), dan di Vietnam bersama Vietnam Initiative for Energy Transition (VIET).