<p>Ilustrasi industri manufaktur di pabrik saat menghadapi era new normal. / Kemenperin.go.id</p>
Industri

Demi Lepas dari Middle Income Trap, Pemerintah Jagokan Sektor Manufaktur

  • Indonesia mengalami ancaman middle income trap usai skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi berubah drastis saat adanya pandemi COVID-19.

Industri
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Indonesia mengalami ancaman middle income trap usai skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi berubah drastis saat adanya pandemi COVID-19. 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengungkapkan transformasi penerimaan dari sumber daya alam (SDA) menjadi manufaktur menjadi kunci Indonesia bisa terlepas dari jerat middle income trap.  

“Transformasi ekonomi ke sektor manufaktur menjadi landasan kokoh untuk terhindar dari middle income trap sekaligus bisa beradaptasi dengan situasi pasca pandemi COVID-19,” kata Suharso dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat, Kamis 29 April 2021.

Suharso merinci, pertumbuhan ekonomi Indonesia mesti mencapai minimal 6,0% pada 2021 hingga 2024. 

Pada periode 2025 hingga 2035, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan bisa stabil di angka 5,6% agar bisa keluar dari middle income trap pada 2036.

Sementara itu, pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi negara ke lima yang memiliki Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hingga US$7,4 triliun pada 2045 mendatang.

Suharso pun menyebut, target tersebut baru bisa dikonsolidasikan kembali pada 2022. Pasalnya, pemerintah masih fokus ke dalam kebijakan counter cyclical dan penanganan pandemi COVID-19 pada tahun ini.

“Indonesia harus keluar dari middle income trap sebelum 2045. Caranya dengan mengubah struktur perekonomian dari lower productivity to higher productivity sector,” terang Suharso.

Manufaktur menjadi sektor andalan untuk mendongkrak produktivitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Suharso mengatakan, produktivitas sektor manufaktur terus didorong dengan gencar menarik investasi sejak tahun ini. Hal itu, kata Suharso, menjadi fundamental yang penting dalam meningkatkan produktivitas sektor tersebut.

Investasi di sektor manufaktur mengalami perkembangan pesat hingga 38% year on year (yoy) pada kuartal I 2021. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatatkan pertumbuhan investasi industri pengolahan naik dari Rp64 triliun pada kuartal I 2020 menjadi Rp88,3 triliun pada kuartal I 2021.

Kontribusi sektor manufaktur itu mencapai 40% dari keseluruhan nilai investasi di Indonesia yang sebesar Rp219,7 triliun.

Nilai investasi sektor manufaktur pada kuartal I 2021 sebagian besar disumbangkan dari Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp65,3 triliun. Sementara Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) menyumbangkan Rp23 triliun terhadap nilai investasi sektor manufaktur.

Secara keseluruhan, Indonesia perlu dana investasi hingga Rp5891,4 triliun hingga Rp5.931,8 triliun sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. “Investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih efisien,” terang Suharso

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, industri yang pulih membuat ekonomi Indonesia bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi global.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia hampir selalu di atas pertumbuhan global.  Ini yang menjadikan ekonomi kita resilience,” kata Febrio dalam Telaah Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi, Kamis 29 April 2021.

Pertumbuhan produktivitas industri, kata Febrio, bakal berbanding lurus dengan berkurangnya tingkat pengangguran di Indonesia. Bappenas sendiri menargetkan penurunan tingkat pengangguran terbuka susut dari 7,07% pada 2021 menjadi kisaran 5,5%-6,2% pada 2022.

Adapun target tingkat kemiskinan coba ditekan menjadi 8,5& hingga 9,0% pada 2022 dari sebelumnya 10,19% pada September 2020. (RCS)