Demokrat dan PKS Tolak RUU Cipta Kerja, AHY: Jangan Gagal Fokus
RUU Cipta Kerja yang disahkan di tingkat I itu dilakukan pemerintah dan DPR pada Sabtu malam Minggu, 3 Oktober 2020, jelang tengah malam atau tepatnya pukul 22.50 WIB. Ada tujuh fraksi yang setuju, dan dua yang menolak. Mereka yang menolak adalah fraksi PKS dan Partai Demokrat.
Nasional
JAKARTA – Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang akan dibawa ke Paripurna DPR.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demorkat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan secara resmi penolakan partai besutan sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Keputusan penolakan diambil setelah mendengar aspirasi masyarakat dari berbagai daerah lewat DPD/DPC seluruh Indonesia dan mengkaji isi RUU Ciptaker.
“Kami Partai Demokrat melalui Fraksi Partai Demokrat DPR RI mengambil keputusan tegas menolak RUU Ciptaker dalam rapat pembahasan tingkat I di Badan Legislatif DPR RI,” kata AHY dalam laman media sosial Facebook @AHYudhoyono pada Minggu, 4 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pemerintah dan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah rampung membahas RUU Ciptaker di putusan tingkat I. Ini artinya pengesahan RUU Ciptaker sebagai Undang-undang (UU) pun tinggal menunggu satu kali pengesahan lagi di rapat tingkat II atau paripurna DPR.
Pengesahan tingkat I itu dilakukan pemerintah dan DPR pada Sabtu malam Minggu, 3 Oktober 2020, jelang tengah malam atau tepatnya pukul 22.50 WIB. Ada tujuh fraksi yang setuju, dan dua yang menolak. Mereka yang menolak adalah fraksi PKS dan Partai Demokrat.
Mantan Calon Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan sejak awal, Fraksi Partai Demokrat sudah menyampaikan kepada pemerintah dan DPR untuk menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja ini.
“Agar kita bisa fokus konsentrasi dan mengoptimalkan kekuatan bangsa untuk menanggulangi pandemi dan mengatasi dampak ekonomi. Jangan gagal fokus,” tegasnya.
Kendati demikian, kata Agus, karena pembahasan RUU Ciptaker terus berjalan, Partai Demokrat masuk kembali dalam pembahasan untuk perjuangkan kepentingan rakyat, khususnya kaum buruh dan pekerja. Dalam proses pembahasan, Demokrat memberikan sejumlah masukan mendasar sebagai tanggung jawab konstitusi dan politik kami terhadap rakyat.
“Kami paham RUU Ciptaker ini bertujuan menjalankan agenda perbaikan dalam reformasi birokrasi, peningkatan ekonomi dan percepatan penyerapan tenaga kerja nasional,” kata bekas anggota TNI ini.
Berikut 5 persoalan yang disorot Partai Demokrat:
- RUU Ciptaker tidak memiliki urgensi dan tidak berada dalam kegentingan memaksa di tengah krisis pandemi ini. Prioritas utama negara harus berorientasi pada upaya menangani pandemi, khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus rantai penyebaran COVID-19, dan memulihkan ekonomi rakyat. Menurut survei WEF (2017), ketenagakerjaan ada di posisi ke-13 dari 16 hal yang menghalangi investasi di Indonesia. Penghalang utama adalah korupsi, inefisiensi birokrasi dan akses keuangan; World Bank (Juli, 2020) juga menyoroti potensi negatif RUU ini khususnya untuk ketenagakerjaan dan lingkungan.
- RUU Ciptaker membahas secara luas perubahan pada sejumlah UU sekaligus (omnibus law). Tidak bijak jika kita paksakan proses perumusan aturan perundang-undangan yang kompleks ini dengan terburu-buru. Masyarakat sedang membutuhkan keberpihakan negara dan pemerintah dalam hadapi situasi pandemi saat ini.
- Kita menghendaki hadirnya undang-undang di bidang investasi dan ekonomi yang memastikan dunia usaha dan kaum pekerja mendapatkan kebaikan dan keuntungan yang sama sehingga mencerminkan keadilan. Tapi RUU Ciptaker berpotensi meminggirkan hak-hak dan kepentingan kaum pekerja di negeri kita.
- RUU Ciptaker mencerminkan bergesernya semangat Pancasila, utamanya sila keadilan sosial ke arah ekonomi yang terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik. Apakah dengan demikian RUU Ciptaker ini masih mengandung prinsip keadilan sosial sesuai yang diamanahkan para Founding Fathers kita? Ekonomi yang bernafaskan Pancasila menghendaki pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Negara berkewajiban menghadirkan relasi pengusaha-pemerintah-pekerja (tripartit) yang harmonis.
- RUU Ciptaker ini cacat substansi dan prosedur. Proses pembahasan hal-hal yang krusial kurang transparan dan kurang akuntabel. Tidak banyak elemen masyarakat, pekerja, dan civil society yang dilibatkan untuk menjaga ekosistem ekonomi serta keseimbangan antara pengusaha-pemerintah-pekerja.
Jangan Buru-buru
“Dengan berbagai catatan di atas, pembahasan RUU Ciptaker haruslah bisa menghasilkan kebijakan tentang pembangunan ekonomi yang holistik dengan semangat pro-lapangan pekerjaan, pro-pertumbuhan, pro-pengurangan kemiskinan, dan pro-lingkungan,” kata Agus.
Menurut dia, banyak yang harus dibahas secara lebih mendalam dan komprehensif. Tidak perlu terburu-buru. Agus meminta untuk melibatkan berbagai stakeholders yang berkepentingan.
Dia menilai, ini penting agar RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan yang sebenarnya.
“Kita harus berkoalisi dengan rakyat, terutama rakyat kecil (termasuk buruh) yang hari ini paling terdampak oleh krisis pandemi dan ekonomi,” tegasnya. (SKO)