DEN: 74 Persen Warga Dukung Pengembangan Energi Nuklir
- DEN mengklaim 74% masyarakat Indonesia telah terbuka dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Dia menyebut persentase itu terhitung tinggi dibandingkan dengan sejumlah negara lain ketika berada di masa awal pengembangan energi nuklir.
Energi
JAKARTA—Dewan Energi Nasional (DEN) mengklaim mayoritas masyarakat Indonesia telah menerima kehadiran nuklir sebagai sumber energi baru. Kepercayaan itu menjadi modal untuk mengembangkan nuklir dalam transisi energi menuju target net zero emission (NZE) tahun 2060.
Meski demikian, pemerintah diminta tetap mewaspadai potensi pembengkakan anggaran dan ancaman terhadap lingkungan dengan keberadaan energi nuklir. Anggota DEN, Agus Puji Prasetyono, mengatakan Indonesia butuh energi hijau untuk menunjang target NZE serta pertumbuhan ekonomi 8%.
Menurut Agus, alternatif energi yang dapat didorong di antaranya nuklir, hidrogen dan amonia. “Ekonomi 8% tidak cukup hanya dengan energi terbarukan, harus ada energi baru seperti nuklir dan lain sebagainya,” ujar Agus di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (10/12/2024).
Pihaknya mengklaim 74% masyarakat Indonesia telah terbuka dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Dia menyebut persentase itu terhitung tinggi dibandingkan dengan sejumlah negara lain ketika berada di masa awal pengembangan energi nuklir.
Agus mencontohkan hanya 40% warga Perancis setuju akan pembangunan PLTN. Namun seiring berjalannya waktu, imbuhnya, masyarakat mulai mendukung usai mengetahui manfaat dan tingginya tingkat keamanan PLTN. “Jadi penerimaan masyarakat akan energi tersebut berangsur meningkat,” tuturnya.
Di Amerika Serikat, tingkat dukungan warga pada energi nuklir juga cenderung meningkat. Dikutip dari ans.org, tingkat kepercayaan warga Negeri Paman Sam pada PLTN hanya 49% pada 1983. Namun 40 tahun setelahnya, tepatnya 2023, dukungan warga mencapai 76%.
Studi Tapak
Pemerintah sendiri tengah melakukan studi tapak di Bangka Belitung dan Kalimantan Barat (Kalbar) dalam pengembangan energi nuklir. Agus menyebut prioritas pembangunan PLTN saat ini berada di Kalbar. “Di sana sudah lebih dari 80% warganya menerima PLTN untuk dibangun di daerahnya,” tuturnya.
Pihaknya mengakui perlu ketelitian ekstra untuk menentukan lokasi pembangunan PLTN, mengingat kondisi geografis Indonesia yang berada di ring of fire (cincin api). Agus menyebut generator PLTN waji dibangun di wilayah bebas gempa, bebas Tsunami dan aktivitas gunung berapi. Sejauh ini, DEN menghitung ada 29 lokasi yang cocok untuk pembangunan PLTN. “Mayoritas di luar Jawa,” ujarmya.
Sekretaris Jendral DEN, Djoko Siswanto, mengatakan lembaga terkait kini serius untuk mempersiapkan PLTN, salah satunya melalui RUU Energi Baru Energi Terbarukan (EBET) serta revisi Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). “Ini untuk mendorong target awal sebesar 250 megawatt (dari nuklir),” ujarnya.
Lebih lanjut, DEN membeberkan sejumlah perusahaan nuklir dunia seperti Thorcon sudah berkomitmen membangun PLTN di Nusantara. Thorcon merupakan perusahaan asal Amerika Serikat. “Prosesnya sudah berjalan. Sebentar lagi selesai,” ujar Djoko.
Sementara itu, Center of Economics and Law Studies (Celios) skeptis bahwa pengembangan nuklir benar-benar mendapatkan dukungan tinggi dari masyarakat.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menyoroti pembangunan PLTN sangat berisiko terhadap lingkungan. Bhima meminta pemerintah belajar dari kasus terdekat yakni kebocoran PLTN di Fukushima, Jepang. Apalagi, RI masuk kawasan ring of fire yang rentan bencana.
“Nuklir dari sisi kebencanaan bukan pilihan yang baik sebagai sumber energi. Sekarang begini saja, apakah para pejabat itu mau rumahnya radius beberapa kilometer dari PLTN? Pasti enggak mau. Beda kalau rumahnya dekat solar panel, tentu enggak ada masalah. Makanya saya bilang kebijakan pengembangan nuklir ini kontradiktif,” tutur Bhima kepada TrenAsia.com belum lama ini.
Baca Juga: Bahlil Janjikan Pembangkit Nuklir Siap Beroperasi di 2032
Alih-alih memacu transisi energi bersih, Bhima menilai keberadaan PLTN justru akan menambah masalah baru. Selain berisiko terhadap lingkungan, pihaknya khawatir anggaran subsidi listrik akan semakin terbebani dengan kehadiran energi nuklir. “Padahal, pemerintah sekarang sedang berupaya menurunkan subsidi listrik,” kata dia.
Pemerintahan Prabowo Subianto didorong mengoptimalkan opsi yang lebih ramah lingkungan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) atau mikro-hidro, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berupa solar panel hingga Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
“Kita punya ratusan anak sungai yang layak jadi pembangkit mikro-hidro, angin dan solar panel juga bisa dioptimalkan. Meskipun sifatnya intermitten, solar panel bisa disiasati dengan penyimpanan baterai. Makanya di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik), energy saving storage harus dimasukkan,” ujar Bhima.