Deposito, Emas, dan Obligasi Paling Aman dan Untung untuk Investasi Saat Pandemi
Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum sadar pentingnya investasi. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menyimpan uang dalam bentuk tabungan atau deposito di bank karena dianggap lebih memberikan kepastian.
Gaya Hidup
JAKARTA – Presiden Asosiasi Perencana Keuangan (International Association of Registered Financial Consultants/ IARFC), Aidil Akbar menyampaikan saat ini ada kecenderungan masyarakat lebih memilih menabung di bank daripada berinvestasi.
Kondisi tersebut dilatarbelakangai oleh konsumsi dan daya beli masyarakat yang lemah. Selain itu, masyarakat dibayangi rasa ketakutan karena fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK), pemotongan upah, atau karyawan yang dirumahkan makin banyak terjadi.
“Jadi itulah yang membuat masyarakat tidak berinvestasi. Itu wajar, karena kami sebagai financial planner selalu mengatakan dana darurat first, baru investasi,” kata Aidil dalam diskusi media secara virtual, Selasa, 13 Oktober 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Tidak dimungkiri, sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum sadar pentingnya investasi. Kebanyakan masyarakat lebih memilih menyimpan uang dalam bentuk tabungan atau deposito di bank karena dianggap lebih memberikan kepastian.
Lebih jauh lagi, Aidil mengungkapkan bahwa literasi soal investasi biasanya lebih dipahami oleh masyarakat di kota-kota besar. Sehingga bisa dikatakan, masyarakat yang menjadi investor dalam instrumen investasi apapun didominasi dari masyarakaat perkotaan.
Padahal, jika investasi dilakukan dengan tepat, maka akan sangat membantu mewujudkan tujuan finansial di masa depan.
Memilih Investasi yang Tepat
Berdasarkan jangka waktunya, investasi terbagi atas tiga tujuan finansial yakni pendek, menengah, dan panjang. Menurut Aidil, sangat dimaklumi jika masyarakat memilih investasi yang likuiditasnya paling tinggi seperti deposito.
Untuk menjawab ketakutan masyarakat akan ketidakpastian finansial, Aidil menyarankan masyarakat dapat memilih sejumlah instrumen investasi yang lebih ‘ramah’. Alih-alih tabungan dan deposito, emas dan obligasi dinilai lebih prospektif karena menawarkan imbal balik yang cukup menjanjikan dengan profil risiko yang tetap rendah.
Jika selama ini sudah memiliki investasi setiap bulan, maka diusahakan untuk tidak berhenti. Memang, saat pandemi COVID-19, sejumlah instrumen investasi memang mengalami penurunan, namun justru itulah saat yang menguntungkan bagi investor.
“Ketika investasinya turun, kita justru membeli lebih banyak dengan nominal yang sama karena harganya lagi murah,” tambah dia.
Untuk investai jangka menengah, senyampang dana darurat atau likuiditasnya sudah tersedia baik, Aidil menyarankan untuk mengambil investasi yang dikeluarkan oleh negara seperti obligasi ritel atau surat berharga negara.
Sebab, instrumen tersebut memungkinkan masyarakat menjual investasinya sebelum jatuh tempo. Sementara untuk investasi jangka panjang, masyarakat bisa langsung berinvestasi di saham atau reksadana saham bagi yang pemula.
Selain saham, instrumen yang cukup bagus adalah properti, namun memang memiliki modal yang cukup besar dibandingkan dengan investasi lain. Bagi masyarakat yang likuiditasnya sudah baik, maka properti bisa jadi pilihan selain untuk membantu pemulihan ekonomi di sektor tersebut. (SKO)