Deposito Nasabah Bank Mega Syariah Rp20 Miliar Raib, Begini Kronologinya
Dana deposito milik nasabah PT Bank Mega Syariah (BMS) dilaporkan lenyap senilai Rp20 miliar ketika hendak dicairkan.
Nasional
JAKARTA – Kejadian hilangnya dana nasabah di bank kembali terkuak. Kali ini, dana deposito milik nasabah PT Bank Mega Syariah (BMS) dilaporkan lenyap senilai Rp20 miliar ketika hendak dicairkan.
Melansir keterangan resmi, Minggu, 18 April 2021, kuasa hukum nasabah yakni Riduan Tambunan SH dari Kantor Advokat Riduan Tambunan SH & Partners melaporkan dana tersebut raib saat hendak dicairkan. Diketahui, dana deposito tersebut tercatat atas nama salah satu perusahaan asuransi.
Riduan menjelaskan, dana deposito sebesar Rp20 miliar itu sudah ditempatkan di BMS sejak 29 Oktober 2012. Penempatan tersebut terdiri dari 4 bilyet giro masing-masing Rp5 miliar, dengan Nomor Seri : 036466, 036465, 036464 dan 036463.
Adapun 4 bilyet giro asli tersebut disimpan di main vault Bank Kustodian PT Bank Mega Tbk.
Deposito tersebut merupakan Dana Jaminan Wajib yang ditempatkan pada Bank guna memenuhi ketentuan sejumlah aturan.
Di antaranya Pasal 20 UU No.40 Tahun 2014 Tentang Peransuransian Jo. Pasal 35 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yang mengatur bahwa Perusahaan Asuransi Wajib Membentuk Dana Jaminan, dalam bentuk dan jumlah yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Pada 2015, klien kami bermaksud untuk mencairkan dana tersebut beserta bunganya, namun informasi yang diperoleh dari BMS, bahwa dana tersebut sudah tidak ada atau telah raib,” jelas Riduan.
“Atas kejadian ini klien kami terkejut, karena merasa tidak pernah mencairkan (memberikan instruksi pencairan) deposito tersebut, dan 4 bilyet giro asli masih tersimpan dengan baik di bank Kustodian,” sambungnya.
Ia menilai, pencairan deposito sebagai Dana Jaminan Wajib, seharusnya tidak dapat begitu saja dipindahkan/dicairkan, karena harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari OJK. Hal tersebut sebagaimana Pasal 20 ayat (4) UU No.40/2014 Tentang Peransuransian.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Klien kami telah berupaya untuk meminta pertanggung-jawaban BMS, tetapi pihak BMS tidak bersedia untuk memberikan ganti rugi dengan alasan bahwa permasalahan atas pencairan deposito telah diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” imbuhnya.
Kasus ini, lanjut Riduan memang telah ditangani oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam putusan pengadilan, karyawan BMS yaitu Kepala Cabang Pembantu Panglima Polim dipidana usai dilaporkan karena melakukan penggelapan dan menyebabkan raibnya dana deposito tersebut.
Akan tetapi, Riduan menegaskan, BMS tidak bisa berdalih dengan melemparkan tanggung-jawab kepada karyawan banknya yang sudah dipidana.
Sebab, berdasarkan UU Perseroan Terbatas (UU PT) Direksi sebagai pengurus perseroan yang bertanggung jawab terhadap jalannya perseroan, harus bertanggung-jawab terhadap perbuatan penggelapan yang dilakukan oleh karyawannya, yang dilakukan ditempat kerja BMS, pada jam kerja, dan juga karena adanya hubungan dengan pekerjaannya.
“Pihak BMS harus mengganti kerugian yang dialami oleh Klien kami, sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUHPerdata Jo. Pasal 29 POJK No. 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Dalam Pasal 29 POJK Nomor :1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan,” bebernya. (RCS)