PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)
Korporasi

DER Menurun, Medco Energi (MEDC) Cetak Kenaikan Laba 68 Persen

  • Kinerja PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) pada semester I-2024 semakin moncer dengan peningkatan laba bersih yang ditopang entitas asosiasi. Yang menarik, emiten migas bagian Grup Salim ini lebih banyak menggunakan modalnya dibandingkan utangnya.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Kinerja PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) pada semester I-2024 semakin moncer dengan peningkatan laba bersih yang ditopang entitas asosiasi. Yang menarik, emiten migas bagian Grup Salim ini lebih banyak menggunakan modalnya dibandingkan utangnya. 

Berdasarkan rilis laporan kinerja keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Rabu, 31 Juli 2024, laba periode berjalan MEDC yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk menanjak sebesar 68,24%, dari US$110,46 juta menjadi US$200,99 juta pada semester I-2024.

Peningkatan tersebut sejalan dengan pertumbuhan pendapatan perusahaan dari US$1,11 miliar pada semester I-2024 menjadi US$1,16 miliar. Mayoritas pendapatan MEDC, ini berasal dari pendapatan kontrak pelanggan sebesar US$1,14 miliar dan pendapatan keuangan sebesar US$24,30 juta. 

Sementara itu, jumlah beban pokok pendapatan dan biaya langsung meningkat dari US$646,14 juta menjadi US$714,02 juta, yang menyebabkan laba kotor perusahaan menurun dari US$470,06 juta menjadi US$451,34 juta.

Namun, peningkatan laba MEDC pada semester I-2024 terutama didorong oleh penurunan beban penjualan, umum, dan administrasi. Pertumbuhan laba juga didukung oleh kenaikan laba dari entitas asosiasi, yang meningkat dari US$21,45 juta menjadi US$88,57 juta pada periode tersebut.

Nah, lonjakan laba entitas asosiasi pada paruh pertama ini ditopang oleh perbaikan kinerja PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang mencatatkan laba bersih US$346 juta, berbalik dari rugi pada tahun sebelumnya akibat pembatasan ekspor. MEDC sendiri diketahui memiliki saham AMMN sebanyak 51,50% melalui PT Medco Daya Abadi Lestari. 

Neraca Keuangan

Dari sudut pandang neraca keuangan, jumlah aset MEDC pada paruh pertama tahun ini tercatat meningkat menjadi US$7,50 miliar, dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu sebesar US$7,46 miliar. Rinciannya, aset lancar tercatat sebesar US$1,60 miliar, sementara aset tidak lancar mencapai US$5,89 miliar.

Yang menarik, jumlah liabilitas MEDC pada akhir Juni tahun ini berkurang menjadi ke level US$5,13 miliar dari posisi akhir tahun lalu sebesar US$5,44 miliar. Penurunan ini terjadi pada pos liabilitas jangka pendek, yang menurun menjadi US$1,23 miliar dibandingkan dengan US$1,42 miliar pada akhir tahun lalu.

Sebagai hasilnya, ekuitas perusahaan meningkat menjadi US$2,18 miliar dalam enam bulan pertama tahun ini, dibandingkan dengan US$2,02 miliar pada akhir tahun lalu. Dengan demikian, rasio Debt to Equity (DER) perusahaan berada di level 2,43 kali, membaik dibandingkan posisi akhir tahun lalu yang berada di level 2,68 kali.

Target Saham

Sementara itu, dalam riset terbaru yang diterbitkan oleh analis BRI Danareksa Sekuritas, Christian Sitorus dan Timothy Wijaya, target harga saham Medco Energi (MEDC) diturunkan dari Rp1.950 per saham menjadi Rp1.700 per saham, dengan rekomendasi tetap beli. Penurunan target harga ini sejalan dengan revisi penurunan target kinerja keuangan untuk tahun 2024 dan 2025.

BRI Danareksa Sekuritas merevisi target laba bersih MEDC untuk tahun 2024, dari sebelumnya US$358 juta menjadi US$327 juta. Namun, perkiraan pendapatan direvisi naik dari US$2,13 miliar menjadi US$2,22 miliar.

"Kami memperkirakan penurunan produksi perusahaan pada paruh kedua tahun ini akibat kegiatan perawatan, yang menyebabkan target kinerja keuangan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Sementara itu, anak usaha PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) diharapkan dapat menjadi penopang kinerja tahun ini," tulis mereka.

BRI Danareksa Sekuritas menyebutkan bahwa penurunan produksi minyak dan gas (migas) perusahaan pada semester II tahun ini disebabkan oleh kegiatan perawatan berkala di blok Senoro. Hal ini diperkirakan akan menurunkan volume lifting perusahaan sekaligus meningkatkan biaya operasional (cash cost).