Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis 12 Januari 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Pasar Modal

Deretan Saham Big Caps Pendongkrak dan Pemberat IHSG

  • Secara ytd atau dari awal tahun hingga sekitar paruh pertama tahun ini, IHSG terpantau telah melemah 1,92% dari posisi 6.850,61 yang tercatat pada penutupan hari terakhir perdagangan tahun 2022 yang jatuh pada 30 Desember.
Pasar Modal
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Menurut data RTI Business, Rabu, 5 Juli 2023 di penutupan sesi II perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau melemah 1,92% sejak awal tahun atau secara year-to-date (ytd), dan tercatat beberapa emiten berkapitalisasi pasar terbesar (big caps) yang menjadi pendongkrak sekaligus pemberatnya.

Pada pantauan di waktu yang sama, IHSG menempati posisi 6.718,97 setelah ditutup dengan penguatan 0,56% pada perdagangan Rabu, 5 Juli 2023.

Namun, secara ytd atau dari awal tahun hingga sekitar paruh pertama tahun ini, IHSG terpantau telah melemah 1,92% dari posisi 6.850,61 yang tercatat pada penutupan hari terakhir perdagangan tahun 2022 yang jatuh pada 30 Desember.

Kinerja IHSG sendiri sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga saham big caps karena kapitalisasi pasarnya yang jumbo membuatnya memiliki bobot yang cukup besar terhadap indeks.

Founder WH Project William Hartono bahkan mengatakan bahwa pergerakan IHSG adalah cerminan dari saham-saham big caps.

"Sehingga jika melihat pergerakan IHSG yang nampak lesu, itu bisa dikatakan bahwa saat itu saham-saham big caps menjadi kurang menarik," kata William dikutip dari riset harian, Kamis, 6 Juli 2023.

Lantas, jika IHSG mengalami pelemahan sejak awal tahun, saham-saham big caps apa saja yang menjadi pemberat indeks sejauh ini?

Berikut ini saham-saham dari emiten big caps dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp10 triliun yang mengalami penurunan secara ytd seperti halnya IHSG:

Tabel 1

Saham-saham big caps yang mencatat penyusutan secara ytd. Sumber: RTI Business

Dari tabel di atas, diketahui bahwa PT Prima Andalan Mandiri Tbk (MCOL) mencatat penurunan harga saham yang paling anjlok di antara 115 emiten dengan kapitalisasi pasar di atas Rp10 triliun.

Mencatat penurunan hingga 41,36% ytd, MCOL menempati harga Rp4.090 perlembar setelah sebelumnya menempati posisi Rp6.975 perlembar pada penutupan perdagangan tahun 2022.

Akan tetapi, dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp14,54 triliun, yang mana angkanya hanya berselisih sekitar Rp4,5 triliun dengan saham 2nd liner, maka dampak penurunan harga sahamnya terhadap kinerja IHSG bisa dikatakan tidak sebesar dampak dari kinerja saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) yang harganya merosot hingga 26,19% secara ytd.

Pasalnya, PT Bayan Resources Tbk mencatat kapitalisasi pasar yang jauh lebih besar, yakni Rp516,67 triliun. Dengan kapitalisasi pasar yang jumbo itu, BYAN pun masuk ke jajaran 10 emitan dengan market cap tertinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain BYAN, saham dari jajaran 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang tercatut namanya sebagai pemberat IHSG jika menilik kinerjanya secara ytd antara lain PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mencatat penurunan 8,3% ytd, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI/BBNI) yang mengalami penyusutan 0,81% ytd, dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang melemah 18,29% ytd.

Sementara saham-saham yang tercantum pada tabel di atas dapat dikatakan sebagai pemberat IHSG sejak awal tahun, berikut ini saham-saham yang menjadi pendongkrak indeks secara ytd.

Tabel 2

Saham-saham big caps yang mencatat penguatan secara ytd. Sumber: RTI Business

Menilik tabel di atas, PT Astra Autoparts Tbk (AUTO) tercatat sebagai emiten dengan penguatan paling tinggi di antara 50 emiten big caps yang mencatat pertumbuhan harga saham secara ytd.

Menguat 88,36% ytd, saham AUTO ditutup di posisi Rp2.750 perlembar pada perdagangan kemarin. Pada hari terakhir perdagangan 2022, saham AUTO ditutup di level Rp1.460 perlembar.

Kendati demikian, penguatan AUTO bisa jadi tidak memberikan efek dongkrak sebesar saham PT MD Pictures Tbk (FILM), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan PT Indosat Tbk (ISAT) yang kapitalisasi pasarnya jauh lebih besar ketimbang AUTO yang memiliki market cap sebesar Rp13,49 triliun.  Untuk diketahui, FILM mencatat kapitalisasi pasar sebesar Rp30,34 triliun, GGRM Rp53,2 triliun, dan ISAT Rp73,36 triliun.

Kemudian, ada beberapa saham dari 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar yang mencatat penguatan dan menjadi pendongkrak IHSG secara ytd.

Beberapa saham tersebut antara lain PT Astra Internasional Tbk (ASII) yang mencatat penguatan 18,86% ytd, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) 14,5% ytd, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI/BBRI) 10,32% ytd, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) 6,3% ytd.

Kemudian, saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) mencatat penguatan 6,13% ytd, dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA) 5,85%,

Walaupun lebih banyak emiten dari jajaran 10 besar yang sahamnya mencatat penguatan secara ytd, namun kinerja keseluruhannya belum bisa mendorong IHSG untuk bergerak di zona hijau.

Dengan kata lain, dampak dari kemerosotan saham-saham big caps yang tercatut pada tabel pertama jauh lebih kuat sehingga mendorong IHSG untuk melemah pada paruh pertama tahun ini.

Dari tabel kedua ini, diketahui pula bahwa saham TLKM dan GOTO yang kerap kali disebut-sebut sebagai pemberat IHSG pada paruh pertama tahun ini, justru mencatat penguatan dan dapat disinyalir sebagai pendongkrak IHSG jika meninjau kinerjanya secara ytd.

Catatan
Ada 115 emiten big caps yang tercatat dalam tulisan ini karena nilai kapitalisasi pasarnya yang berada di atas Rp10 triliun. Sejak awal tahun hingga 5 Juli 2023, ada 61 saham big caps yang menurun sementara 50 lainnya menguat.

Sementara itu, ada 4 emiten yang harga sahamnya tidak bergerak alias stagnan, yakni PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Cisarua Mountain Dairy Tbk (CMRY), dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).