Pengembangan Proyek Biomethane Konsorsium PGN dengan JGC, Osaka Gas dan INPEX di Sumatera Selatan
Korporasi

Di Balik Lonjakan Saham PGAS, Broker-broker Ini Timbun Segini

  • Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) pada perdagangan awal pekan ini terpantau melambung signifikan. Sejumlah broker tercatat mengakumulasi saham ini. Lantas, apa yang menjadi sentimennya?

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) pada perdagangan awal pekan ini terpantau melambung signifikan. Sejumlah broker tercatat mengakumulasi saham ini. Lantas, apa yang menjadi sentimennya?

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, saham PGAS pada penutupan Senin, 6 Januari 2025, meningkat 7,52% ke level Rp1.715 per saham. Saham ini pun diminati dengan volume transaksi sebanyak 159,35 juta saham, frekuensi 16.196 kali, dan nilai transaksi mencapai Rp269,1 miliar.

Dari sisi broker, JP Morgan Sekuritas Indonesia menjadi yang teraktif dengan transaksi mencapai Rp47,7 miliar. Disusul oleh Mandiri Sekuritas yang mengoleksi saham PGAS senilai Rp39,4 miliar, serta UBS Sekuritas yang mencatatkan transaksi sebesar Rp29,6 miliar.

Tim Riset Stockbit Sekuritas mengatakan bahwa emiten bersandikan PGAS berpotensi menikmati margin yang lebih tinggi dengan berakhirnya insentif harga gas bumi tertentu (HGBT) pada awal 2025 serta kenaikan tarif surcharge.

“Di sisi lain, peningkatan harga gas akan memberikan dampak negatif bagi industri–industri dengan komponen biaya energi gas yang tinggi,” jelas Stockbit Sekuritas dalam riset dikutip pada Selasa, 7 Januari 2025.

Sebagai informasi, berakhirnya kebijakan HGBT membuat harga gas dengan penggunaan di bawah batas alokasi gas industri tertentu (AGIT) naik dari 6,5 dolar AS per MMBtu menjadi harga komersial di atas 10 dolar AS per MMBtu.

Meskipun demikian, kata Stokcbit Sekuritas, dampak ini masih bersifat jangka pendek berhubung kebijakan HGBT masih akan dibahas oleh pemerintah. Sebelumnya, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengatakan pada Jumat, 3 Januari 2025, mengatakan bahwa insentif HGBT tengah dievaluasi.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik (Asaki), Edy Suyanto, menyatakan bahwa belum ada kelanjutan mengenai insentif HGBT senilai 6,5 dolar AS per MMBtu yang berakhir pada 31 Desember 2024. 

Ia juga menyebut PGAS telah menaikkan surcharge bagi industri dengan penggunaan di atas AGIT sebesar 21,08%, dari 13,85 dolar AS per MMBtu menjadi 16,77 dolar AS per MMBtu untuk periode 1 Januari hingga 31 Maret 2025.

Edy menambahkan, insentif HGBT sebelumnya mampu menekan komponen biaya gas dari 28–30% menjadi 23–26% dari total biaya produksi keramik. Namun, gangguan suplai gas di Jawa bagian barat dan timur sejak 2023, serta penerapan surcharge sejak Mei 2024, kembali meningkatkan komponen biaya gas menjadi di atas 30% dari biaya produksi keramik.

Edy telah mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menyelamatkan industri keramik nasional, setelah investor asing di Asaki mengancam akan menghentikan investasi akibat ketidakpastian hukum. Hingga kini, PGAS belum memberikan komentar terkait surcharge dan gangguan suplai gas.