Di Tengah Merebaknya Omicron, Negara-negara Kaya Gunakan Kekuatan untuk Merekrut Nakes Asing Karena Kurangnya Staf
- Negara-negara kaya di bagian dunia barat gunakan kekuatan ekonomi untuk merekrut perawat asing karena kurangnya staf di tengah merebaknya kasus Omicron.
Dunia
JAKARTA – Gelombang COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron memicu negara-negara kaya untuk merekrut tenaga kesehatan (nakes) asing karena kekurangan staf.
Melonjaknya kasus COVID-19 memaksa negara-negara kaya untuk mencari perawat atau nakes dari negara yang lebih miskin karena kasus Omicron telah mendorong banyak staf untuk absen karena sakit, kelelahan, atau bahkan meninggalkan pekerjaannya.
“Kasus Omicron telah mendorong absensi nakes ke tingkat yang belum pernah terlihat selama dua tahun pandemi,” ujar CEO Dewan Perawat Internasional Howard Catton sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa, 25 Januari 2022.
- Pindah ke Pegadaian, Direktur Keuangan Bank Jatim Ferdian Timur Satyagraha Mengundurkan Diri
- Ini Desain Rumah yang Bakal Jadi Tren dan Banyak Dicari Tahun 2022
- BRI Ventures Gandeng Tokocrypto Luncurkan Blockchain Akselerator
Untuk menutup kebutuhan nakes, negara-negara maju di Barat telah merekrut personel militer, sukarelawan, hingga pensiunan. Namun, mereka juga meningkatkan angka rekrutmen lintas-negara karena kebutuhan yang masih mendesak.
“Kami benar-benar melihat adanya peningkatan rekrutmen internasional di negara-negara seperti Inggris, Jerman, Kanada, dan Amerika Serikat” kata Catton.
Menurut Catton, rekrutmen lintas-negara ini adalah suatu hal yang buruk jika ditinjau dari sudut pandang keadilan. Pasalnya, rekrutmen itu memperlihatkan bagaimana negara-negara maju menggunakan kekuatan ekonominya untuk menangani pandemi tanpa memperhatikan kebutuhan di negara yang lebih miskin.
"Ini sedikit mirip dengan apa yang telah kita lihat saat negara-negara kaya menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk membeli serta menimbun APD (alat pelindung diri) dan vaksin. Jika mereka mengaplikasikan kekuatan itu untuk rekrutmen tenaga kerja keperawatan, maka hal itu hanya membuat ketidakadilan semakin buruk,” tegas Catton.
Dewan Perawat Internasional mencatat, bahkan sebelum pandemi berlangsung, dunia sudah kekurangan sekitar enam juta perawat dengan hampir 90% kekurangan itu berada di negara-negara berkapita menengah ke bawah.
- OJK Optimistis Kredit Tumbuh 7,5 Persen pada 2022, Ini alasannya..
- Jokowi akan Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Senilai Rp30 Triliun di Sumsel
- Jalan Tol Cisumdawu Seksi I Cileunyi-Pamulihan Beroperasi Hari Ini
Saat ini, negara-negara kaya merekrut nakes dari negara-negara miskin dengan menawarkan gaji yang tinggi dan akomodasi yang lebih baik dibanding negara asal. Akibatnya, nakes dari negara-negara yang lebih miskin pun tergiur untuk menerima tawaran meskipun negara mereka sendiri masih membutuhkan tenaga perawat.
Bahkan, Dewan Perawat Internasional pun melihat bagaimana negara-negara kaya bersedia untuk memberikan status imigrasi kepada nakes asing. Mereka juga bersedia untuk mengatasi menumpuknya nakes saat pandemi sudah mereda.
“Untuk itu, kita membutuhkan upaya global yang terkoordinasi, kolaboratif, dan terpadu yang didukung oleh investasi serius, bukan hanya kata-kata hangat, basa-basi, dan tepuk tangan,” pungkas Catton.