Tekno

Diam-Diam Korea Selatan Telah Jadi Salah Satu Pengekspor Terbesar di Dunia

  • Perdagangan senjata internasional sebagian besar mengalir dari Barat ke Timur. Ini ditunjukkan dengan negara-negara Amerika Utara dan Eropa menyumbang 87% dari ekspor senjata dari 2017 hingga 2021
Tekno
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

SEOUL-Perdagangan senjata internasional sebagian besar mengalir dari Barat ke Timur. Ini ditunjukkan dengan negara-negara Amerika Utara dan Eropa menyumbang 87% dari ekspor senjata dari 2017 hingga 2021. Tetapi tahun ini Korea Selatan telah menunjukkan kesiapannya untuk mengubah peta itu.

Polandia baru-baru ini setuju untuk membeli tank, howitzer self-propelled dan pesawat serang ringan dari Korea Selatan dalam kesepakatan senilai US$8,8 miliar. Baru akhir Oktober 2022 lalu kedua negara juga mencapai kesepakatan senilai US$3,6 miliar untuk peluncur roket. Ini adalah pertama kalinya anggota NATO selain Turki beralih ke kontraktor pertahanan di luar aliansi untuk sistem senjata utama.

Korea Selatan diam-diam menjadi favorit pembeli senjata di seluruh dunia. Dan ini dicapai sejak upaya puluhan tahun negara itu untuk melindungi diri dari Korea Utara.  Ancaman yang tidak pernah padam memaksa Seoul membangun industri senjata dalam negeri. Dan pada akhirnya sektor ini mencapai skala ekonomi yang diperoleh dari penjualan ekspor besar. 

Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) terjadi peningkatan drastis peringkat Korea Selatan dalam hal penjualan senjata. Pada tahun 2000, negara ini masih berada di posisi 31 dalam hal pasokan senjata. Peringkat ini melejit menjadi urutan kedelapan pada periode 2017 hingga 2021,.

Selama tahun 2022 ini, kontrak ekspor ditandatangani mencapai US$17 miliar. Naik dari rekor sebelumnya yakni US$7 miliar pada 2021. Tahun 2021 juga menjadi tahun pertama kesepakatan ekspor Korea Selatan melampaui impor.

Presiden Yoon Suk-yeol pada Oktober lalu menetapkan target untuk menjadi salah satu dari empat penjual senjata teratas di dunia.  Dengan invasi Rusia ke Ukraina  dikombinasikan dengan China yang mendorong klaim teritorialnya di Laut China Selatan,  serta konflik yang berlanjut di Timur Tengah, Korea Selatan akan memiliki setiap peluang.

Siemon Wezeman dari SIPRI kepada Forbes mengatakan ini adalah periode emas bagi produsen senjata. “Korea Selatan berada pada waktu yang tepat dengan teknologi yang tepat,” katanya dikutip Forbes Rabu 9 November 2022. 

Ketika negara-negara Eropa menaikkan pengeluaran pertahanan untuk melawan ancaman Rusia dan mengganti senjata yang mereka kirim ke Ukraina, para pejabat Amerika khawatir pembuat senjata mereka tidak akan dapat memenuhi permintaan. Baik karena hambatan rantai pasokan ataupun kekurangan tenaga kerja. 

Pembuat senjata Korea Selatan siap mengisi celah dengan sistem yang dirancang untuk operasi gabungan dengan pasukan amerika. Ini menjadikan mudah untuk diintegrasikan dengan NATO.

Di antara nilai jual utama Korea Selatan adalah keterjangkauan dan kecepatan. Perusahaan senjata terkemuka seperti Hanwha Defense, Korea Aerospace Industries, dan Hyundai Rotem dapat mengirimkan pesanan dengan baik.

Sebagai contoh Lockheed Martin tidak dapat memenuhi permintaan Polandia untuk meningkatkan pesanan Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS). Akhirnya Polandia pada bulan Oktober menandatangani kesepakatan untuk beberapa sistem peluncuran roket Chunmoo. Sistem yang mirip dengan HIMARS. Senjata pertama akan dikirimkan segera setelah 2023.

Sedangkan Hyundai Rotem mengatakan dapat mengirimkan 180 tank K2 ke Polandia dalam tiga tahun. Ini lima kali lebih banyak dari tank Leopard 2 yang dapat diproduksi oleh Krauss-Maffei Wegmann Jerman. 

Perusahaan Korea Selatan mampu mempercepat pengiriman sejumlah kecil sistem senjata awal ke Polandia dengan mengalihkan yang dipesan oleh militer Korea Selatan sendiri.

Lonjakan penjualan Korea Selatan juga telah dibumbui dengan kesediaan untuk memproduksi secara lokal dan mentransfer teknologi kepada pembeli. Polandia misalnya, akan mendirikan jalur produksi tank dan howitzer sendiri pada tahun 2026. Negara ini juta bertujujuan mengekspor senjata yang dibangun secara lisensi untuk tujuan ekspor.

Untuk negara berkembang, Korea Selatan menawarkan persyaratan trade finance yang menarik. Seoul memiliki jaminan yang baik dan layanan purna jual. Juga tidak memberlakukan ketentuan dan batasan penggunaan untuk penjualannya seperti yang dilakukan Amerika. 

Wezeman berpikir bahwa kondisi ini mungkin telah memainkan peran dalam keputusan Uni Emirat Arab menandatangani kesepakatan senilai US$3,5 miliar pada Januari 2022. Kontrak ini  untuk membeli sistem pertahanan udara jarak menengah Cheongung II. Ini sekaligus menjadi penjualan luar negeri terbesar Korea Selatan pada saat itu dan yang pertama di Timur Tengah.

Ledakan penjualan baru-baru ini bukan hanya tentang keterjangkauan dan ketersediaan. Polandia mengevaluasi tank K2 Black Panther dalam kompetisi melawan M1A2 Abrams Amerika dan Leopard 2 Jerman.  Polandia memamng memutuskan membeli 250 unit Abrams. Tetapi mereka juga melihat performa K2 dalam berbagai pengujian dan teknologinya sama baiknya dengan tank Amerika.

Sejak 1970an

Korea Selatan mulai membangun industri senjatanya pada 1970-an. Salah satu yang mendoronga adalah kekhawatiran ditinggalkan oleh Amerika setelah Presiden Richard Nixon menarik pasukannya pada 1969, diikuti oleh mundurnya Amerika dari Vietnam pada 1975.

Pembuat senjata diuntungkan dari pinjaman murah hati dan keringanan pajak serta kebijakan industri dan kemudahan lainnya.

Perusahaan di Korea selatan juga dibantu dengan memproduksi sistem senjata rumit dengan desain yang dilisensikan dari perusahaan Amerika dan sekutu Barat lainnya. Atau melakukan produksi bersama sebagai syarat utama.

Pengembangan sistem senjata dengan kandungan lokal lebih tinggi mulai terjadi sejak 2010. Saat itu ada dorongan kuat untuk memasuki pasar luar negeri secara lebih agresif.

Dalam sepuluh atau 15 tahun terakhir, Korea Selatan telah mencapai tingkat di mana mereka kompetitif dalam teknologi dengan apa yang dapat ditawarkan negara lain.

Won-Joon Jang seorang analis pertahanan dan peneliti di Institut Ekonomi Industri dan Perdagangan Korea Selatan mengatakan sistem senjata negara itu sedang bersaing dalam kompetisi di 10 negara yang totalnya bisa mencapai US$25 miliar. 

Salah satunya Hanwha Defense difavoritkan memenangkan kontrak untuk menyediakan kendaraan tempur infanteri Angkatan Darat Australia senilai US$ 11,5 miliar. Sementara itu, Norwegia akan memutuskan antara K2 Panther dan Leopard 2 Jerman untuk menggantikan tank tempur utamanya.

Salah satu cara utama lain yang diharapkan Korea Selatan untuk memperluas penjualan adalah memecahkan pasar raksasa Amerika.

Korea Aerospace Industries dan Lockheed Martin yang menawarkan T-50 kalah dari Boeing untuk kontrak besar pengadaan jet latih Angkatan Udara Amerika tahun 2018. Tetapi mereka berencana untuk menawar program USAF dan Angkatan Laut lainnya dalam beberapa tahun ke depan.

Sementara itu Hanwha Defense bekerja sama dengan Oshkosh untuk membangun versi kendaraan tempur infanteri untuk bersaing menggantikan pengangkut pasukan Bradley Angkatan Darat Amerika.

Seoul berharap dapat menurunkan hambatan perdagangan dengan mencapai Perjanjian Pengadaan Pertahanan Timbal Balik dengan Amerika. Ini sejenis pakta yang dimiliki Washington dengan sekutu utama yang memungkinkan mereka untuk menghindari ketentuan "Beli Amerika". dan bekerja sama lebih erat dengan kontraktor pertahanan Amerika.

Salah satu faktor pembatas bagi Korea Selatan adalah bahwa negara ini hanya benar-benar menjual senjata. Sedangkan pembelian senjata dari amerika sering kali datang sebagai bagian dari aliansi yang lebih luas termasuk janji dukungan militer dan politik. Korea tidak akan datang untuk menyelamatkan sebuah negara jika sesuatu terjadi di Laut China Selatan. Meski negara itu telah membeli senjata dari mereka.  Situasi bisa berbeda jika negara itu membeli senjata dari Amerika, terutama dalam jumlah besar.