Bendera Uni Eropa
Dunia

Dianggap Melanggar HAM, Uni Eropa Berikan Sanksi Ketujuh untuk Myanmar

  • Bagi pihak Uni Eropa, mereka melarang orang dan entitas yang berada dalam wilayahnya untuk menyediakan dana bagi mereka yang disanksi.
Dunia
Bintang Surya Laksana

Bintang Surya Laksana

Author

BRUSSELS - Uni Eropa memberikan sanksi ketujuh kali terhadap Myanmar. Sanksi ini diberikan sebagai tanggapan Uni Eropa atas peningkatan tindak kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Berbagai tindakan ini disebut meningkat sejak kudeta militer pada 2021 lalu untuk menggulingkan pemimpin terpilihnya, Aung Suu Kyi.

Melansir Reuters, sanksi ini diberikan pada menteri imigrasi dan kependudukan, tenaga kerja, serta kesehatan dan olahraga. 

Selain itu, Uni Eropa pada Kamis, 20 Juli 2023 lalu menyebutkan langkah-langkah pembatasan ini berlaku untuk 99 individu dan 19 entitas. Sanksi ini berupa pembekuan aset dan larangan perjalanan, yang mencegah mereka memasuki atau transit melalui wilayah Uni Eropa.

Bagi pihak Uni Eropa, mereka melarang orang dan entitas yang berada dalam wilayahnya untuk menyediakan dana bagi mereka yang disanksi.

Myanmar sendiri mengalami berbagai kekacauan semenjak terjadinya kudeta militer pada 2021 silam. Semenjak itu, perlawanan antara pihak militer dan sipil terus terjadi. Melansir dari situs resmi PBB, per Maret lalu 17,6 juta warga Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan, lebih dari 1,6 juta pengungsi internal, dan sekitar 55.000 bangunan sipil hancur sejak kudeta. Hal itulah yang menjadi latar belakang berbagai sanksi dilayangkan, termasuk dari Uni Eropa.

Di sisi lain, ternyata terdapat campur tangan dari negara lain yang secara langsung maupun tidak langsung memberi bantuan Junta Myanmar melangsungkan kejahatan hak asasi manusia. Melansir dari The Guardian, puluhan perusahaan yang berbasis di Austria, Prancis, China, Singapura, India, Israel, Ukraina, Jerman, Taiwan, Jepang, Rusia, Korea Selatan dan AS memasok bahan mentah, mesin, teknologi, dan suku cadang. Pasokan tersebut dijual ke perusahaan milik Myanmar yang bertanggung jawab memproduksi peralatan militer untuk angkatan bersenjata.

Junta melakukan kudeta ini dengan alasan harus merebut kekuasaan karena kecurangan pemungutan suara dalam pemilihan umum November 2020 yang dimenangkan dengan mudah oleh partai Suu Kyi walau hingga kini tidak terbukti.