<p>Graha Unilever milik PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR) di kawasan Green Office Park, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten. / Foto: Unilever Indonesia </p>
Industri

Di balik Kian Maraknya Gedung Perkantoran Berkonsep ESG

  • Di Singapura, 95% kantor Grade A di sana bersertifikat hijau. Kuala Lumpur mengikuti dengan 64% dan Hong Kong berikutnya dengan 47%. Secara volume, Tokyo memiliki pasokan terbesar dengan 8,6 juta meter persegi, diikuti oleh Bengaluru dengan 7,4 juta meter persegi, Shanghai dengan 6,0 juta meter persegi, dan Beijing dengan 5 juta meter persegi. Dalam sepuluh tahun ke depan, China dan India diperkirakan akan mendorong pasokan kantor ramah lingkungan.
Industri
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA -ESG atau LST terdiri dari tiga bidang mendasar yang dianggap penting bagi bisnis dan masyarakat fungsional. Sementara aspek sosial dan tata kelola lebih berkaitan dengan budaya perusahaan, pertimbangan lingkungan memainkan peran penting dalam perlombaan menuju nol bersih. 

Meskipun sebelumnya ESG dianggap hanya menilai dan memengaruhi dampak sosial bisnis, keputusan ini menjadi kunci untuk menarik dan mempertahankan staf, memikat pelanggan, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang.

Savills lewat publikasinya Asia Pacific ESG Spotlight May 2022 mencatat, pasar Asia Pasifik yang mencakup 20 dari 36 kota besar di dunia memperkirakan adanya peningkatan populasi hingga 52% dan peningkatan supply properti hingga 65% pada tahun 2050 mendatang.

“Tantangan bagi pengembang, investor, dan manajer properti adalah bagaimana memenuhi permintaan real estat yang meningkat sambil memastikan keberlanjutan dan meminimalkan emisi karbon,” tulis Savills dalam laman resmi, dikutip Minggu, 11 September 2022.

Penelitian mereka juga menunjukkan bahwa Australia, Hong Kong, Jepang, Selandia Baru, dan Singapura menjadi  yang terdepan dalam bidang keberlanjutan, dan pasar seperti Cina dan Vietnam berkembang pesat.

Bangkitnya Perkantoran Hijau

Kantor hijau adalah salah satu pendorong utama sektor properti komersial. Seiring dengan meningkatnya permintaan akan bangunan hijau, investor perlu mempertimbangkan bagaimana praktik LST memengaruhi dan berinteraksi dengan manajemen risiko, transparansi, penghematan biaya, dan peningkatan pendapatan. 

Kantor hijau dapat berarti lingkungan kerja yang lebih sehat, pengurangan biaya operasional, atau strategi tempat kerja yang tahan masa depan.

Deputy Managing Director di Savills Viet Nam, Troy Griffiths mengatakan ESG menjadi persyaratan mendasar dan wajib bagi perusahaan modern. Bangunan ramah lingkungan, yang dimiliki oleh perusahaan yang mematuhi LST, lebih mungkin menarik penghuni dalam jangka panjang. 

"Karena sebagian besar perusahaan global dan multinasional (MNC) sekarang perlu memenuhi persyaratan ESG, mereka akan melihat properti yang mematuhi ESG sebagai investasi yang baik. Hal itu, pada gilirannya, mengurangi risiko dan meningkatkan potensi hasil bisnis,” kata Troy.

Dalam publikasi Savills Impacts 2022, Regional Head of Sustainability and ESG, Savills Asia Pacific, Sam Crispin, mencatat bahwa gedung-gedung hijau berperingkat tinggi di kawasan ini melihat premi dalam sewa atau peningkatan modal. Premi sewa untuk bangunan berkelanjutan yang baru dibangun dan berperingkat tinggi adalah antara 5% dan 10%.

Dia menambahkan, ada transaksi yang tidak berjalan karena peringkat lingkungan tidak terpenuhi. Ini menjadi peluang bagi investor dengan keahlian untuk masuk, meningkatkan bangunan, dan kemudian mencapai premi saat mereka keluar dari investasinya.

Di Singapura, 95% kantor Grade A di sana bersertifikat hijau. Kuala Lumpur mengikuti dengan 64% dan Hong Kong berikutnya dengan 47%. Secara volume, Tokyo memiliki pasokan terbesar dengan 8,6 juta meter persegi, diikuti oleh Bengaluru dengan 7,4 juta meter persegi, Shanghai dengan 6,0 juta meter persegi, dan Beijing dengan 5 juta meter persegi. Dalam sepuluh tahun ke depan, China dan India diperkirakan akan mendorong pasokan kantor ramah lingkungan.