<p>Ilustrasi Mata Uang Kripto / Pixabay.com</p>
Pasar Modal

Didorong oleh Penurunan Inflasi AS, Aset Kripto Bitcoin dkk Lanjutkan Penguatan

  • Menurut pantauan Coin Market Cap, Jumat, 13 Januari 2023, Bitcoin dalam 24 jam terakhir mengalami penguatan 3,35%.

Pasar Modal

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Bitcoin dan aset-aset kripto berkapitalisasi pasar terbesar lainnya melanjutkan penguatan karena dorongan dari penurunan inflasi Amerika Serikat (AS).

Menurut pantauan Coin Market Cap, Jumat, 13 Januari 2023, Bitcoin dalam 24 jam terakhir mengalami penguatan 3,35%.

Bitcoin menempati posisi US$18.831 atau setara dengan Rp289,35 juta dalam asumsi kurs Rp15.366 per-dolar AS.

Kemudian, aset kripto Ethereum (ETH) mencatat penguatan 0,67%, Binance Coin (BNB) 1,12%, Ripple (XRP) 0,15%, Cardano (ADA) 0,25%, Dogecoin (DOGE) 0,72%, dan Polygon (MATIC) 2,52%.

Sementara itu, aset kripto stablecoin Tether (USDT) stabil di posisi US$1 (Rp15.366), USD Coin menurun 0,01%, dan Binance USD pun melemah 0,03%.

Untuk diketahui, pada Kamis, 12 Januari 2023 waktu setempat, Departemen Tenaga Kerja AS merilis data yang menunjukkan inflasi 6,5% secara tahunan pada periode Desember 2022.

Angka tersebut menurun dari 7,1% secara tahunan pada periode November 2022.

Dengan penurunan tersebut, pelaku pasar memprediksi bank sentral AS alias The Federal Reserve (The Fed) akan lebih bersikap dovish dalam kebijakan moneternya di awal tahun ini.

Menurut data CME FedWatch Tool, saat ini 95,2% pelaku pasar memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin, yang mana angkanya menyurut dari 50 basis poin pada Desember 2022.

Dikutip dari CoinDesk, Managing Director of Swan Bitcoin's Private Client Department, Steven Lubka, mengatakan bahwa Bitcoin memiliki peluang untuk tumbuh pada paruh pertama tahun 2023.

Pasalnya, ia memperkirakan inflasi AS akan terus melemah pada semester awal tahun ini sehingga semakin memungkinkan bagi The Fed untuk membatasi pengetatan moneter.

"Akan tetapi, walau bagaimanapun, harga konsumen pada paruh kedua tahun ini mungkin tidak begitu jinak dan bahwa bank sentral mungkin harus berurusan dengan ekonomi yang melemah atau bahkan resesi," ujar Steven Lubka.