Ilustrasi Internet of Things.
Nasional

Digitalisasi Era Prabowo Jangan Sekadar jadi Proyek Seremonial

  • Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda mengatakan sampai saat ini ketimpangan digital masih eksis di Indonesia. Ketimpangan digital ini bersumber dari tiga aspek yakni infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) hingga penggunaan teknologi.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemerintahan Prabowo Subianto menegaskan digitalisasi sebagai salah satu pilar utama untuk menggenjot kesejahteraan ekonomi dan memperkuat ketahanan nasional Indonesia. 

Bahkan dalam 100 hari pertama, pemerintah mengklaim akan menaruh perhatian besar pada digitalisasi berbagai sektor pemerintahan. Program prioritas di antaranya adalah penanggulangan judi online yang kian marak, pemerataan akses internet, dan pengembangan ekonomi digital di berbagai wilayah. 

Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda mengatakan sampai saat ini ketimpangan digital masih eksis di Indonesia. Ketimpangan digital ini bersumber dari tiga aspek yakni infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) hingga penggunaan teknologi.

"Infrastruktur di Indonesia belum terlampau merata, masih banyak titik buta (blind spot) di desa-desa luar pulau Jawa. Ini harus jadi perhatian terutama jika ingin menggenjot digitalisasi," katanya kepada TrenAsia.com pada Rabu, 13 November 2024.

Aspek kedua menurut Huda, ketimpangan SDM. Dia menilai banyak SDM Indonesia yang belum adaptif dengan teknologi sehingga kurang optimal dalam menjalankan digitalisasi. Ketiga, penggunaan teknologi yang masih Jawa sentris. “Penggunaan teknologi masih didominasi masyarakat di Pulau Jawa, itu pun belum merata,” ujar Huda. 

Berkaca dari ketimpangan aspek tersebut, Huda mengungkapkan Indonesia membutuhkan regulasi yang dapat mempersempit ketimpangan digital. Pembangunan infrastruktur dan SDM harus mulai digalakkan lebih cepat. 

Khususnya dalam hal ini SDM yang harus mengejar ketertinggalan dibandingkan dengan negara lain. Bahkan ia berharap potensi digenjotnya digitalisasi era presiden Prabowo Subianto tidak seperti zaman presiden sebelumnya yaitu Joko Widodo yang cenderung seremonial.

"Contohnya pembuatan multiverse mengenai rumah digital Indonesia yang saya rasa itu hanya seremonial semata. Atau pembentukan Govtech yang menurut saya tidak efektif di bawah Peruri. Pembangunan digitalisasi tersebut tidak menyasar ke masalah ketimpangan digital," lanjutnya.

Infrastruktur Digital Masih Tertinggal

Hal hampir serupa disampaikan Direktur Eksekutif di Indonesia ICT Institute Heru Sutadi. Menurutnya, Indonesia termasuk negara yang tertinggal dari sisi digitalisasi dari negara lain. Ia mengambil contoh melalui kecepatan internet di Indonesia di Era Jokowi mulai 2014 tak menunjukkan pembangunan yang gencar dari Infrastruktur digital.

"Kecepatan internet RI saat itu hanya 2,5 mb per detik, negara lain 23-24 mb per detik atau 10 kali lipat dari RI. Saat ini kecepatan internet di jauh lebih meningkat namun sayangnya posisi digitalisasi Indonesia hanya ke 9 dari 11 negara lebih turun," katanya kepada TrenAsia.com, Rabu, 13 November 2024.

Heru menjelaskan, infrastruktur merupakan dasar utama jika presiden Prabowo Subianto ingin menggenjot digitalisasi di Indonesia. Jika pembangunan infrastruktur tidak masif, maka digitalisasi tetap menjadi tantangan untuk Indonesia.

Pemerintah era Prabowo Subianto pun diminta memperhatikan 20% wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang hingga saat ini belum mendapatkan akses internet yang memadai. Tak hanya itu, Indonesia harus belajar dari PR yang ditinggalkan Presiden sebelumnya yaitu Joko Widodo, di mana ada hingga puluhan ribu aplikasi atau website yang mangkrak.

"Setelah ribuan aplikasi dan website tersebut diminimalisir kita juga harus memperhatikan keamanan siber di Indonesia yang sangat kurang. Dalam waktu 10 tahun terakhir serangan siber selalu terjadi di Indonesia. Kita jadi sasaran empuk mereka (hacker)," lanjutnya

Hilirisasi Digital 

Heru pun turut mendorong hilirisasi digital. Hal ini sempat disinggung oleh Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming. Untuk sektor digital, Gibran mengatakan pentingnya untuk menumbuhkan talenta yang memiliki keterampilan masa depan atau ia sebut 'future skill'.

"Untuk menuju Indonesia emas, kita harus mampu merubah future challenge menjadi future opportunity, kita harus punya future talents yg dilengkapi future skills," kata Gibran dalam pembukaan debat cawapres yang diselenggarakan di JCC.

Hilirisasi digital yang dimaksud adalah Indonesia harus memiliki atau bisa membuat produk digitalnya sendiri di dalam negeri. Heru memprediksi di masa depan akan ada semacam perang kelas antar negara disektor teknologi yang dapat mempengaruhi pasar.

"Negara-negara lain ke depannya akan dibagi tiga negara. Di bagian paling bawah partisipan yang hanya sebagai pendukung pasar di ekonomi digital, kemudian creator dan owner. Minimal Indonesia harus menjadi digital creator agar digitalisasi Indonesia semakin berkembang dan tidak hanya dijadikan pasar saja," tandasnya.