Karyawan melakukan transaksi melalui mesin ATM  di kantor pusat Bank Tabungan Negara (BTN), Jalan Gajahmada, Jakarta Pusat, Selasa, 9 November 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Korporasi

Diguyur Sentimen Positif, Saham BBTN Berpotensi Melambung

  • Saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menguat sebesar 11,73% dalam sebulan terakhir, didorong oleh aksi beli bersih investor asing yang mencapai Rp47,99 miliar selama periode tersebut.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) menguat sebesar 11,73% dalam sebulan terakhir, didorong oleh aksi beli bersih investor asing yang mencapai Rp47,99 miliar selama periode tersebut. 

Penguatan ini juga ditopang oleh ekspektasi penurunan suku bunga The Fed yang diprediksi akan diikuti oleh Bank Indonesia, serta perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

Analis dari Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta dan Raden Rami Ramdana, menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi Amerika Serikat membuka peluang pemangkasan suku bunga The Fed hingga 125 basis poin (bps) tahun ini, dengan potensi penurunan lebih lanjut sebesar 125 bps pada 2025. 

Menurutnya, penurunan suku bunga ini sudah diantisipasi oleh sejumlah bank sentral, termasuk Bank Sentral Eropa (ECB), Bank Sentral Kanada (BOC), Bank Sentral Inggris (BOE), dan Bank Sentral Filipina (BSP). Bank Indonesia kemungkinan akan mengikuti langkah serupa, yang berpotensi menguntungkan emiten perbankan.

Sebagai bank, katanya, BBTN diprediksi akan meraih keuntungan ganda dari lonjakan bisnis properti yang terdorong oleh penurunan suku bunga. "Penurunan suku bunga akan mengurangi biaya dana, yang selama setahun terakhir menjadi tantangan utama bagi BTN. Perbaikan ini akan berdampak langsung pada margin dan laba bersih perusahaan," ujar Rangga dikutip pada Rabu, 11 September 2024.

Selain insentif PPN DTP, pemerintah juga akan meningkatkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari 166.000 unit menjadi 200.000 unit, dengan penambahan anggaran sebesar Rp4,3 triliun mulai 1 September 2024. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan permintaan perumahan dan memberikan dorongan tambahan bagi BBTN.

Faktor lain yang turut mendukung adalah rencana pembentukan kembali Kementerian Perumahan, peningkatan plafon kredit rumah bersubsidi, serta tren kenaikan KPR dalam beberapa bulan terakhir juga bisa menjadi pemantik kinerja keuangan dan saham BBTN.

Asal tahu saja, Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana menghidupkan kembali Kementerian Perumahan, sejalan dengan fokus pemerintah membangun 2 juta unit rumah di pedesaan dan 1 juta unit di perkotaan setiap tahunnya. 

Sebelumnya, Ketua Satuan Tugas Perumahan, Hashim S. Djojohadikusumo, menegaskan bahwa penguatan sektor properti ini merupakan bagian dari strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% per tahun.

Sejalan dengan itu, BBTN juga mendapat dorongan positif dari data Bank Indonesia (BI) yang mencatatkan pertumbuhan kredit properti mencapai 11,20% pada Juli 2024, angka tertinggi dalam 18 bulan terakhir. 

Data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) BI menunjukkan bahwa kredit properti mencapai Rp 915,93 triliun, tumbuh 11,20% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan 7,60% secara tahunan hingga saat ini (year-to-date/ytd). 

Kenaikan ini didukung oleh pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 13,94% yoy menjadi Rp 704,36 triliun. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di sektor properti turun ke 2,68%, membaik dari 2,81% pada Juli 2023.

Sentimen positif ini membuat sejumlah sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham BBTN. Mandiri Sekuritas, misalnya, menargetkan harga saham BBTN mencapai Rp1.800 per saham, didukung oleh revisi skema KPR bersubsidi, pemisahan unit usaha syariah, serta penjualan aset bermasalah. 

Sinarmas Sekuritas juga merekomendasikan add saham BBTN dengan target harga Rp1.500, mempertimbangkan ekspansi kredit yang dilakukan. Sementara itu, Edward Lowis, analis Sucor Sekuritas, juga mempertahankan rekomendasi beli dengan target harga Rp1.640, menilai potensi penurunan harga saham semakin kecil dan peluang penguatan kian besar.