<p>Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menghadiri rapat kerja dengan komisi XI DPR di komplek Parlemen Senayan, Kamis, 10 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Dihantam PPKM Darurat, Sri Mulyani Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jadi 4,5 Persen

  • Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2021 hanya bisa mencapai 3,7%-4,5% year on year (yoy).

Nasional
Muhamad Arfan Septiawan

Muhamad Arfan Septiawan

Author

JAKARTA – Pertumbuhan Indonesia mengalami revisi sebagai efek dari Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2021 hanya bisa mencapai 3,7%-4,5% year on year (yoy).

Proyeksi itu lebih rendah ketimbang target awal pemerintah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, yakni 5% yoy. Sementara itu, proyeksi awal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diketahui berada di kisaran 4,3%-5,3% yoy.

Meski begitu, Sri Mulyani menyebut kontraksi ekonomi pada semester II-2021 paling dipengaruhi oleh lamanya pemberlakuan PPKM Darurat. Bila hanya berjalan singkat, Sri Mulyani memasang target pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2021 sebesar 4%-5% dan 4,6%-5,9% pada kuartal IV-2021.

“Over al growth 2021 ini 3,7%-4,5%. Sebab, kuartal I-2021 kita masih negatif,” kata Bendahara Negara dalam Webinar Mid-Year Economic Outlook, Rabu, 7 Juli 2021.

Untuk diketahui, 121 Kabupaten/Kota di Jawa-Bali harus menerapkan PPKM Darurat pada 3-20 Juli 2021. Selain itu, wilayah lain di Indonesia juga kembali menjalani perpanjangan masa PPKM Mikro Ketat pada periode yang sama.

Program Direktur Institute For Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan lonjakan kasus COVID-19. Menurut Esther, sektor kesehatan harus pulih terlebih dahulu agar ekonomi bisa bangkit secara optimal.

“Alokasi paling besar PEN berasal dari perlindungan sosial, sekitar 33% di pada 2020 dan sektor kesehatan hanya sedikit. Sektor ini yang kini harusnya digenjot, perlu menjadi fokus untuk pemerintah, jangan hanya terpusat pada ekonomi,” kata Eshter dalam Konferensi Tengah Tahun Indef, Rabu, 7 Juli 2021.

Esther menyebut pemerintah kini telah menarik dana secara agresif dalam bentuk utang untuk membiayai COVID-19. Tantangannya berikutnya, kata Esther, adalah memastikan belanja pemerintah mampu memberikan efek terhadap sektor kesehatan serta menstimulasi dunia usaha.

“Uangnya sudah ada, kita tahu pemerintah telah menarik utang yang paling banyak dari Surat Berharga Negara (SBN). Selanjutnya adalah uang yang sudah itu harus bisa memberikan multiplier effect terhadap kondisi ekonomi dan kesehatan saat ini,” ucap Esther.

Dalam risetnya, Esther mengaku kecil kemungkinan Indonesia bakal mencapai pertumbuhan 5% pada 2021. Bahkan tanpa COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015-2019 hanya mampu bertengger di level maksimal 5% saja.

“Tuang fiskalnya terbatas. Artinya anggaran belanja pemerintah terbatas, apalagi belanja pemerintah pusat untuk pembayaran utang meningkat hingga 19%. Ruang fiskal yang terbatas ini, dana PEN menjadi lebih terbatas. (RCS)