<p>Karyawan beraktivitas dengan latar layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diambil secara multi exposure di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jum&#8217;at, 25 September 2020. Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bangkit dan ditutup menguat 103,03 poin atau 2,13 persen ke posisi 4.945,79 pada hari ini, setelah empat hari beruntun parkir di zona merah. Penguatan indeks hari ini ditopang kenaikan saham-saham berkapitalisasi jumbo alias big caps. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Dihantui Mini Lockdown, IHSG Jelang Akhir Tahun Merah Darah

  • Hal itu terjadi lantaran seluruh sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga turut terkoreksi ke zona merah. Sektor industri dasar dan pertambangan menjadi penekan laju indeks dengan pelemahan masing-masing 1,7% dan 1,16%.

Industri

Fajar Yusuf Rasdianto

JAKARTA – Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memerah pada penutupan perdagangan Selasa, 29 Desember 2002. Indeks terkoreksi tipis 57,38 basis poin atau 0,94% ke level 6.036,17.

Hal itu terjadi lantaran seluruh sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga turut terkoreksi ke zona merah. Sektor industri dasar dan pertambangan menjadi penekan laju indeks dengan pelemahan masing-masing 1,7% dan 1,16%.

Assosiacate Director of Research and Invesment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, salah satu penyebab turunnya IHSG kali ini adalah proyeksi Fitch terhadap harga crude palm oil (CPO) tahun depan. Hal itu memberikan pada pergerakan IHSG menjelang akhir tahun.

“Meskipun saat ini harga masih terjaga dalam trend bullish-nya, namun kami melihat dalam jangka waktu pendek, kontrak berjangka CPO berpotensi bergerak menuju 3.400 atau turun 3,15% dari harga saat ini,” ungkap Nico dalam riset hariannya, Selasa, 29 Desember 2020.

Di samping itu, upaya pemerintah dalam menerapkan mini lockdown juga turut memberikan dampak psikologis terhadap IHSG. Sebab itu, tak aneh jika kini transaksi saham di pasar modal pun hanya mencapai Rp14,76 triliun.

Sepanjang perdagangan, volume saham yang masuk dalam transaksi juga terbilang sedikit, hanya 23,4 miliar. Total frekuensi transaksinya tercatat 1,22 juta kali dalam sehari.

Pada waktu yang sama, investor asing juga turut membukukan net sell Rp358,46 miliar. Dengan demikian, net foreign sell (NFS) sepanjang tahun pun semakin menebal menjadi Rp47,89 triliun.

Pengisi Senarai

Berdasarkan data RTI Business, investor asing banyak melepas saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dengan nilai Rp99,6 miliar. Selanjutnya, ada PT Indofod CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan total jual asing Rp46,4 miliar.

Sebaliknya, PT Astra International Tbk (ASII) justru menjadi saham yang paling banyak diminati asing dengan total net buy Rp82,2 miliar. Kemudian, ada nama PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai beli bersih asing Rp68,8 miliar.

Sementara dari senarai top gainers, PT Bank Permata Tbk (BNLI) nangkring di posisi pertama dengan kenaikan 36,4% atau 820 poin ke level Rp3.070 per lembar. Lalu PT Mahaka Radio Integra Tbk (MARI) yang meroket 34,5% atau 20 poin ke level Rp78 per lembar.

Dari jajaran top losers, PT Tourindo Guide Indonesia Tbk (PGJO) tampil di urutan pertama dengan koreksi 9,1% atau 6 poin ke level Rp60 per lembar. Kemudian PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk (BMRS) yang anjlok 6 poin atau 7% ke level Rp80 per lembar.