Dilema Kenaikan Tarif PPN 12 Persen ke Pemerintahan yang Baru
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan kelanjutan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen kepada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto mendatang.
Makroekonomi
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan kelanjutan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen kepada pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto mendatang.
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani menilai opsi menaikkan tarif PPN ini menjadi sebuah dilema dalam konteks perekonomian nasional. "Paling tidak ada tiga sudut pandang yang perlu dicermati. Dari sisi regulasi, sisi keuangan negara dan sudut pandang perekonomian nasional," katanya kepada TrenAsia, Rabu, 22 Mei 2024.
Ajib menjelaskan, jika dilihat dari sisi regulasi, pemerintah dinilai memang mempunyai ruang untuk membuat kebijakan menaikkan tarif PPN. Hal ini aesuai dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 ayat (1): tarif PPN sebesar 12% yang berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
- Tarif Cukai Multiyears Lebih Banyak Menyengsarakan, Bukan Manfaat
- Rugikan Omzet Warung Kecil, Zonasi Larangan Penjualan Rokok di RPP Kesehatan Perlu Dikaji Ulang
- Jaksa ICC Ajukan Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant jadi Buron Internasional
Pasal ini bisa menjadi konsideran pemerintah dalam menaikkan tarif. Tetapi, di sisi lain, pemerintah juga bisa melakukan penyesuaian waktu atau penundaan, seperti halnya tentang kebijakan pajak karbon yang dilakukan banyak penyesuaian, padahal sudah diatur dalam pasal 13 UU HPP.
Artinya, realitas lapangan dan kondisi perekonomian bisa menjadi pertimbangan dalam membuat dan menjalankan kebijakan. Kedua, dari sisi keuangan negara jika sesuai fungsi utama perpajakan untuk aspek budgeteir, pemerintah mendesain keuangan negara bertumpu secara signifikan terhadap penerimaan pajak, termasuk penerimaan sektor PPN.
Berdasarkan data APBN 2023, penerimaan sektor PPN dan PPNBM mencapai kisaran 764 triliun. Ajib menyoroti, jika pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12%, tahun 2025 penerimaan PPN bisa tereskalasi sekitar 80 triliun tambahan. Asumsi perhitungannya, tingkat pertumbuhan ekonomi 2024 dan 2025 di kisaran 5%-an dan tingkat inflasi 2%-an.
Terakhir, sudut pandang perekonomian nasional, adanya kenaikan tarif PPN akan memberikan dampak pada perekonomian nasional atas dua sisi, yaitu pelaku usaha dan daya beli masyarakat.
Pada prinsipnya PPN adalah pajak yang dikenakan pada konsumen akhir, atau ditanggung oleh masyarakat luas. Sehingga secara umum, akan memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat. Di sisi lain, ketika pelaku usaha meng-absorb kenaikan tarif PPN ke dalam Harga Pokok Penjualan (HPP), hal ini bisa mengurangi keuntungan perusahaan dan menjadi sentimen negatif dalam pengembangan usaha.
Penerapan PPN Dikaji Ulang
Ajib menyebut, secara umum kebijakan kenaikan tarif PPN perlu dikaji ulang, pasalnya kebijakan ini akan menjadi disinsentif fiskal yang memberikan tekanan terhadap perekonomian yang sedang dalam tren positif.
Pemerintah mempunyai ruang tersebut. Tergantung willingness dan orientasi pemerintah dalam memerankan kebijakan fiskalnya.