DIM RUU EBET Masih Digodok, Menteri ESDM: Selesai dalam Waktu Dekat
- Pemerintah telah melakukan pembahasan internal dan menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Nasional
JAKARTA - Pemerintah telah melakukan pembahasan internal dan menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan penyerahan DIM secara resmi akan dilakukan dalam waktu dekat. Hingga saat ini dalam Rapat Kerja Bersama Komisi VII DPR RI, Selasa,29 November 2022, Arifin mengaku telah memberikan draf DIM kepada DPR.
"Secara formal ini penyerahan DIM harus melalui Setneg (Kementerian Sekretariat Negara), tapi drafnya kami serahkan," kata Arifin saat raker bersama komisi VII di Gedung DPR RI, dilansir Rabu, 30 November 2022.
- 7 Smelter Terbesar yang Beroperasi di Indonesia
- Giliran Startup Ajaib yang Lakukan PHK terhadap 67 Karyawannya
- Harga Emas Antam Naik Rp4.000, Ini Daftar Harganya
Adapun pokok-pokok bahasan dalam DIM RUU EBET, di antaranya diusulkan penambahan substansi terkait transisi energi dan peta jalan untuk bahan bakar non pembangkit.
Sementara untuk substansi DMO batu bara pada Bab Transisi Energi dan Peta Jalan diusulkan untuk dihapus dengan pertimbangan sudah diatur detail pada regulasi subsektor Minerba. Tak hanya itu pemerintah juga turut menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN).
Selanjutnya mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.
Menteri ESDM juga mengatakan pemerintah mengusulkan adanya perizinan berusaha EBET, termasuk nuklir berbasis risiko sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha EBET.
Harapannya dengan digodoknya RUU EBET ini dapat mempercepat pencapaian target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025, serta pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 32% pada tahun 2030, dan juga pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Berdasarkan kajian IRENA pada 2017, disebutkan bahwa pada tahun 2050 energi terbarukan dapat berkontribusi sebesar 44% terhadap total upaya penurunan gas rumah kaca dari reference case 45 Gigaton CO2 per tahun menjadi 13 Gigaton CO2 per tahun sesuai dengan skenario REmap.
"Teknologi EBT sudah berkembang cepat, keekonomiannya semakin baik dan kompetitif. Sebagai contoh, PLTS yang pada tahun 2010 membutuhkan biaya sebesar US$4.800 per kW, saat ini sudah berada di kisaran US$500-800 per kW tergantung dari kapasitas. Sudah turun lebih dari 90%," tandas Arifin.