<p>Tampak karyawan sedang melayani nasabah di Kantor Pusat Bank Bukopin di Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta, Jumat, 3 Juni 2020. Pemegang saham terbesar kedua PT Bank Bukopin Tbk. , KB Kookmin Bank berencana menjadi pemegang saham mayoritas dengan membidik 67% saham perseroan. Untuk bisa mengenggam 67 persen saham, Kookmin Bank akan meningkatkan porsi dari 22 persen ke 26 persen dalam Penawaran Umum Terbatas (PUT) V Bank Bukopin tahun ini. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Diminta OJK Lepas Semua Saham di Bukopin, Bosowa Bisa Rugi Rp3 Triliun

  • JAKARTA – PT Bosowa Corporindo (Bosowa) mendapat surat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melepas semua saham di PT Bank Bukopin Tbk. atau Bank Bukopin, selambat-lambatnya pada 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan No.64/KDK.02/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Bukopin Tbk […]

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – PT Bosowa Corporindo (Bosowa) mendapat surat perintah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melepas semua saham di PT Bank Bukopin Tbk. atau Bank Bukopin, selambat-lambatnya pada 2021.

Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan No.64/KDK.02/2020 tentang Hasil Penilaian Kembali PT Bosowa Corporindo Selaku Pemegang Saham Pengendali PT Bukopin Tbk tanggal 24 Agustus 2020.

Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Bosowa tidak memenuhi komitmen dalam rangka mendukung penyehatan Bukopin melalui penambahan modal penawaran umum terbatas (PUT) V dan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD).

Selain itu, tindakan Bosowa secara langsung maupun tidak langsung, dinilai menghalangi investor lain untuk meningkatkan modal dan menyelesaikan masalah likuiditas di Bukopin. Kemudian, pelanggaran aturan lain, yakni tidak melaksanakan perintah untuk memberikan surat kuasa khusus kepada tim technical assistance.

Direktur Keuangan Bosowa Evyana Mukti pun menyebutkan total investasi perusahaannya di Bukopin mencapai Rp3,7 triliun. Jika akhirnya semua kepemilikan saham dilepas, maka potensi rugi yang dialami Bosowa kurang lebih Rp3 triliun.

Diketahui, 14% saham Bukopin senilai Rp1,17 triliun resmi dibeli oleh Bosowa pada Juni 2013. Saham tersebut merupakan ambil alih 4,6% dari Koperasi Karyawan Perum Bulog (Kopelindo) dan 9,4% dari Yayasan Bina Sejahtera Warga Bulog (Yabinstra) dengan harga Rp1.050 per saham. Kemudian, Evyana menambahkan bahwa Bosowa juga menyuntik dana segar pada penawaran umum terbatas (PUT) III, IV, dan V Bukopin.

Dengan perhitungan harga saham yang dieksekusi KB Kookmin Bank saat ini Rp190 per saham, maka Bosowa hanya mendapatkan dananya kurang lebih Rp570 miliar. Meskipun demikian, Evyana juga mengaku bahwa Bosowa pernah mendapatkan dua kali kesempatan pembagian dividen.

“Kami menderita kerugian yang sangat dalam jika harus melepas saham dengan harga murah. Padahal, kami awalnya menempatkan dana di deposito jauh lebih besar,” ungkap Evyana di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bosowa Menggugat

Di sisi lain, Bosowa juga menggugat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait proses penilaian kembali Pemegang Saham Pengendali PT Bank Bukopin Tbk (BBKP).

Direktur Utama PT Bosowa Corporation Rudyantho mengatakan gugatan tersebut telah didaftarkan pada 27 Agustus 2020 dengan nomor perkara 163/G/2020/PTUN.JKT.

Dia memaparkan sejumlah alasan gugatan tersebut yaitu karena keputusan OJK tentang penilaian kembali Bosowa sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) telah melanggar sejumlah pasal dari Peraturan OJK Nomor 34 Tahun 2018.

Menurut dia, keputusan Dewan Komisioner (Dekom) OJK Nomor 64/KDK.03/2020 tersebut melanggar Pasal 1 ayat 3 mengenai definisi Pemegang Saham Pengendali (PSP).

“Bosowa sudah bukan pengendali sejak Juli 2018, karena jika merujuk pada POJK, yang disebut PSP adalah pemegang saham minimal 25 persen dan atau melakukan kontrol. Faktanya, Bosowa hanya memegang saham 23 persen,” kata Rudyantho dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.

Dia menilai, OJK juga melanggar Pasal 6 ayat 2, terkait tata cara/tahapan penilaian kembali, karena Bosowa tidak pernah diberitahukan adanya penetapan dan penyampaian hasil sementara penilaian kembali kepada Pihak Utama yang dinilai Kembali, meski sudah terjadi pertemuan.

“Karena pasal 6 ayat 2 tidak pernah terjadi, atau tidak pernah disampaikan kepada Bosowa, maka ketentuan Pasal 6 ayat 3 sampai dengan ayat 8 secara otomatis tidak terjadi,” ungkap Rudyantho.