<p>Presiden Joko Widodo saat sosialisasi pengampunan pajak alias tax amnesty / Dok. BPMI Setpres</p>
Nasional

Dimulai Awal 2022, DJP Kebut Finalisasi Aplikasi Pelaporan Tax Amnesty II

  • Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sedang mengejar deadline atau batas waktu pembuatan aplikasi pelaporan Tax Amnesty II yang berlaku 1 Januari 2022.

Nasional

Daniel Deha

JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sedang mengejar deadline atau batas waktu pembuatan aplikasi pelaporan Tax Amnesty II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) kepada wajib pajak (WP) yang berlaku mulai 1 Januari 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya memastikan bahwa ketika program Tax Amnesty dimulai, infrastruktur pendukung tersebut benar-benar optimal.

"Insya Allah, per 1 Januari 2021 untuk Program Pengungkapan Sukarela (PPS), dan saat ini telah dilakukan bimbingan teknis dan persiapan aplikasi," katanya ketika dihubungi TrenAsia.com, Selasa, 7 Desember 2021.

Dia mengatakan aplikasi pelaporan tersebut diciptakan oleh DJP yang nantinya bisa digunakan oleh WP secara online (daring) sehingga lebih akuntabel dan transparan.

Saat ini, DJP juga sedang melakukan persiapan sumber daya manusia agar sistem pelaporan PPS WP nantinya berjalan lancar dan aman.

"Sudah dilakukan bimbingan teknis," ungkapnya.

Adapun, pemerintah kembali memberlakukan Tax Amnesty Jilid II mulai 1 Januari 2022 setelah Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disahkan DPR.

Ada dua skema penting program pengungkapan harta sukarela Wajib Pajak. Pertama, pengungkapan harta bersih yang diperoleh mulai 1 Januari 1985 sampai Desember 2015. Kemudian pengungkapan harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020.  Kedua program ini akan berlaku mulai 1 Januari-30 Juni 2022 mendatang.

Untuk periode tahun 1985-2015, pemerintah menetapkan tarif Wajib Pajak sebagai berikut:

  1. 6% atas harta bersih yang berada di dalam wilayah NKR dan diinvestasikan ke sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan dan surat berharga negara.
  2. 8% atas harta bersih yang berada di dalam wilayah NKRI jika tidak diinvestasikan pada kedua sektor tersebut di atas.
  3. 6% atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang dialihkan untuk diinvestasikan pada kedua sektor di atas.
  4. 8% atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI yang tidak dialihkan dan tidak diinvestasikan pad kedua sektor tersebut.
  5. 11% atas harta bersih yang berada di luar NKRI yang  tidak dialihkan ke dalam negeri.

Selanjutnya, untuk pengungkapan harta periode tahun 2016-2020 sebagai berikut:

  1. 12% untuk harta di wilayah NKRI dan diinvestasikan kepada ke sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan dan surat berharga negara.
    14% jika tidak diinvstasikan di kedua sektor tersebut.
  2. 12% untuk harta di luar negeri yang dialihkan dan diinvestasikan pada kedua sektor tersebut.
  3. 14% untuk harta di luar negeri yang diallihkan ke NKRI tetapi tidak diinvestasikan di kedua sektor tersebut.
  4. 18% untuk harta di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri.