<p>Aktivitas pabrik rokok HM Sampoerna. / Istimewa</p>
Nasional

Dinilai 'Membunuh' IHT, KNPK Protes Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tahun Depan

  • Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) memprotes kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rokok karena dianggap 'membunuh' industri hasil tembakau (IHT).
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA – Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) memprotes kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tahun depan karena dianggap 'membunuh' industri hasil tembakau (IHT).

"Pengendalian konsumsi menjadi alasan pemerintah dalam menaikkan tarif cukai, ini artinya industri ditekan melalui kebijakan tarif cukai yang tinggi sehingga tidak dapat tumbuh dan pelan-pelan mati (sunset industry)," ujar Koordinator KNPK Azami Mohammad dalam keterangan pers, Senin, 13 Desember 2021.

Adapun, tarif cukai rokok tahun depan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 12%. Keputusan tersebut ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 13 Desember 2021. Struktur tarif cukai rokok tersebut berlaku mulai 1 Januari 2022.

Secara rinci, kenaikan tarif cukai Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah 13,9% untuk golongan I, 12,1% untuk golongan II A, dan 14,3% untuk golongan II B. Sementara jenis Sigaret Putih Mesin (SPM) adalah 13,9% untuk golongan I, 112,4% untuk golongan II A, dan 14,4,1% untuk golongan II B.

Kemudian, untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah 3,5% untuk golongan IA, 4,5% untuk golongan IB, 2,5% untuk golongan II, dan 4,5% untuk golongan III.

Menurut Azami, keputusan menaikkan tarif cukai rokok di atas 10% ini jelas menjadi pukulan berat bagi pelaku usaha IHT dari hulu hingga hilir. Sebabnya, tidak menghitung dampak pelemahan ekonomi akibat pandemi COVID-19.

Dia menilai bahwa kebijakan tarif cukai tahun depan akan berdampak kepada pengurangan tenaga kerja hingga 990 orang dengan penurunan produksi hingga 3%. Hal ini bertentangan dengan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

"Ada 990 orang yang bekerja di sektor IHT terkena imbas dari kenaikan tarif cukai rokok, bahkan bisa lebih banyak lagi, dikarenakan produksi menurun serta konsumsi menurun. Konsekuensinya adalah menekan harga bahan baku serta mengurangi tenaga kerja," tegasnya.

Dia menjelaskan bahwa cukai rokok masih dibutuhkan oleh pemerintah perihal penerimaan negara. Cukai rokok menyumbang hingga 11% dari total penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pemerintah tidak punya nurani di tengah kondisi krisis seperti ini, malah justru menambah beban masyarakat. Daripada seperti ini terus, sekalian saja ilegalkan tembakau beserta produk turunannya," ungkapnya.