Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Makroekonomi

Diprotes Legislatif, Menkeu Bergeming Soal Kenaikan PPN

  • Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan resmi diterapkan mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga kesehatan APBN yang berperan penting untuk menghadapi tantangan global seperti krisis ekonomi dan pandemi COVID-19.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% akan resmi diterapkan mulai 1 Januari 2025. Langkah ini diambil untuk menjaga kesehatan APBN yang berperan penting untuk menghadapi tantangan global seperti krisis ekonomi dan pandemi COVID-19.

Penerapan tarif PPN 12% diklaim sudah sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) huruf b dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Ketentuan tersebut mengatur bahwa tarif PPN dapat disesuaikan antara 5 persen hingga 15 persen sesuai dengan situasi ekonomi. 

Sri Mulyani juga menyatakan sosialisasi kepada masyarakat akan digencarkan agar kebijakan ini bisa dipahami dan dan diterima dengan baik guna mendukung stabilitas APBN.

"Di sini (DPR), kami sudah membahas bersama Bapak/Ibu sekalian. Sudah ada Undang-Undangnya. Kita perlu untuk menyiapkan agar itu bisa dijalankan tapi itu dengan penjelasan yang baik," tegas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat, dikutip Kamis, 14 Nobvember 2024.

Disemprot DPR

Anggota Komisi XI Fraksi PKS, Muhammad Kholid, menyampaikan kekhawatirannya bahwa kenaikan tarif PPN 12% bisa semakin menekan daya beli masyarakat. Ia meminta agar kebijakan ini dipertimbangkan kembali. 

"Apakah (PPN 12 %) ini tidak akan semakin memukul daya beli masyarakat kita? Tolong ini bisa dipikirkan ulang, Pimpinan. Sehingga PPN tidak naik," tegas Kholid. Menurutnya, memperluas basis pajak dengan menaikkan tarif pajak di saat kondisi ekonomi belum stabil bukanlah pilihan utama, bahkan seharusnya menjadi opsi terakhir. 

Kholid berharap pimpinan dapat mempertimbangkan ulang keputusan tersebut. "Memperluas basis pajak itu, kalau menaikan tarif pajak di saat situasi ekonomi kurang bagus, itu pilihan bukan first best choice, atau bukan lagi second best choice, tapi itu pilihan yang paling akhir. Kami berharap ini perlu ditinjau ulang PPN itu," tambah Kholid.

Pemasukan dan Pengeluaran APBN

Dalam APBN 2025 yang telah disahkan, belanja negara diproyeksikan mencapai Rp3.621,3 triliun, termasuk belanja non-Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar Rp1.541,4 triliun. Target penerimaan negara pada tahun tersebut sebesar Rp2.996,9 triliun, dengan pendapatan pajak yang dipatok Rp2.189,3 triliun. 

Adapun defisit APBN direncanakan sebesar 2,53% dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau setara Rp616,2 triliun. Sri Mulyani juga mengungkapkan pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan surat utang lebih awal atau prefunding guna memenuhi kebutuhan belanja di awal tahun 2025. 

Opsi yang dipertimbangkan meliputi penerbitan sukuk dan Surat Berharga Negara (SBN) dalam beberapa pilihan mata uang.Langkah ini diambil untuk menjaga kestabilan keuangan negara, khususnya di tengah dinamika pasar global yang dipengaruhi oleh kebijakan negara-negara besar.

Permintaan investor domestik juga tak luput digenjot pemerintah lewat penjualan surat utang dalam negeri yang diterbitkan secara reguler setiap dua minggu melalui mekanisme lelang. Hal ini dilakukan untuk menjamin stabilitas pasar surat utang dan memastikan dana yang terkumpul mencukupi untuk menutupi kebutuhan belanja negara di awal tahun. 

Sri Mulyani menekankan pentingnya menjaga stabilitas dan kredibilitas APBN guna mempertahankan kepercayaan investor, sehingga surat utang pemerintah yang jatuh tempo dapat dipertahankan tanpa harus dicairkan.

Sri Mulyani menyampaikan semua langkah tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam menjaga kepercayaan investor dan stabilitas fiskal di tengah kondisi pasar yang berfluktuasi. 

Dukungan dari masyarakat diharapkan mampu memberikan ketahanan bagi APBN, sehingga dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan anggaran untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.