Program makan siang di Jepang, siswa bertanggung jawab untuk menyiapkan meja, mengambil makanan dari dapur sekolah, menyajikan, dan membersihkan.
Dunia

Dirancang Ahli Gizi, Rahasia Sukses Makan Siang di Sekolah Jepang

  • di sekolah dasar dan menengah pertama di Jepang, anak-anak tidak diperbolehkan membawa bekal makan siang dari rumah. Semua siswa diwajibkan mengonsumsi menu makan siang yang disediakan oleh sekolah, yang telah dirancang oleh ahli gizi.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Uji coba makan bergizi gratis dilaksanakan oleh Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, di dua sekolah di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Harga menu makan bergizi gratis tersebut adalah Rp14.900.

Lokasi uji coba menu makan bergizi gratis dilakukan di SD Negeri 2 dan 3, Desa Sentul, Babakan Madang, Bogor, pada Selasa pagi, 23 Juli 2024. Menu yang disajikan beragam, terdiri dari nasi, lauk ayam, sayur, buah pisang, dan susu.

“Untuk menu hari ini cost-nya itu Rp14.900. Ada nasi, ayam, sayur, buah-buahan,” terang Gibran.

Gibran mengatakan, uji coba makan bergizi gratis dilakukan hingga Oktober 2024 dan didanai oleh pihak swasta.

“Kita senang sekali, kalau tidak ada suport dari perusahaan swasta mungkin tidak akan berjalan baik seperti ini, ini masih proses uji coba,” ujarnya.

Menurutnya, setelah ia dan Presiden terpilih Prabowo Subianto mengumumkan Program Makan Bergizi Gratis, banyak pihak yang bersedia berpartisipasi, salah satunya melalui CSR. Ia mengatakan banyak perusahaan yang tergerak termasuk GoTo dan TikTok.

Seperti pada uji coba Program Makan Bergizi Gratis di SDN Sentul 03 dan 02 yang diprakarsai oleh GoTo dan dihadiri Presiden Gojek Unit Bisnis On-Demand Service GoTo, Catherine Hindra Sutjahyo.

Ratusan paket makanan dari program Makan Bergizi Gratis ini diantar ke sekolah menggunakan layanan pesan antar Gojek, dengan melibatkan puluhan pengemudi ojek online.

Jepang Sajikan Makanan Bergizi dengan Edukasi Pangan

Dikutip dari NYC Food Policy Center, di sekolah dasar dan menengah pertama di Jepang, anak-anak tidak diperbolehkan membawa bekal makan siang dari rumah. Semua siswa diwajibkan mengonsumsi menu makan siang yang disediakan oleh sekolah, yang telah dirancang oleh ahli gizi.

Makan siang dianggap tidak hanya sebagai waktu untuk memberi makan siswa, tetapi juga sebagai kesempatan untuk mendidik mereka tentang makanan dan gizi. Program makan siang sekolah dikenal sebagai shokuiku, yang berarti pendidikan makanan dan gizi.

Program ini bertujuan untuk mengajarkan anak-anak kebiasaan makan sehat sejak usia dini, membantu mereka memahami pentingnya makanan bergizi dan menyediakan siswa kalori dan nutrisi yang mungkin tidak mereka dapatkan di rumah.

Dilansir dari International Confederation of Dietetic Associations, lebih dari 10 juta anak di Jepang menerima makanan segar yang lezat dan bergizi setiap hari sekolah. Makanan lezat dan bergizi dimasak langsung di tempat menggunakan bahan makanan utuh, seringkali dari pertanian lokal dan kebun sekolah.

Banyak sekolah memiliki pertanian sekolah yang memungkinkan siswa untuk merasakan seluruh siklus dari benih hingga ke piring. Bahan-bahan musiman yang berasal dari pertanian lokal sering kali dikenali dan dirayakan untuk membangun hubungan dan apresiasi terhadap makanan serta pertanian lokal.

Subsidi dari Pemerintah

Ilustrasi Program Makan Siang Sekolah di Jepang. (Kyodo News)

Program makan siang sekolah wajib bagi siswa di Jepang, dan meskipun tidak gratis untuk semua siswa, program ini sangat disubsidi dan biayanya sekitar $2,50 per porsi. Menu makan siang disediakan oleh ahli gizi untuk memastikan bahwa siswa menerima makanan yang seimbang dan sehat setiap hari.

Semua makanan disiapkan dengan bahan makanan segar (tidak beku atau olahan), dengan kalori berkisar antara 600 hingga 700, serta mencakup karbohidrat, daging atau ikan, dan sayuran. Semua siswa disuguhi makanan yang sama dan makan siang disantap bersama di kelas seperti di meja keluarga.

Setiap tahun pemerintah Jepang memantau pola makan dan nutrisi di seluruh negeri, dan informasi ini digunakan untuk merancang menu.

Dilansir dari International Confederation of Dietetic Associations, makan siang di sekolah di Jepang biasanya berisi sup, sayuran, ikan, daging, dan nasi yang dimasak di tempat dengan bahan makanan segar dan utuh. 

Makan siang di sekolah dianggap sebagai bagian dari kurikulum resmi dengan kesempatan untuk shokuiku (pendidikan makanan dan gizi), kerja sama tim, pengabdian kepada masyarakat, dan membangun literasi pangan.

Makan siang biasanya disajikan dan dikonsumsi di ruang kelas, bukan di kafetaria, siswa bertanggung jawab untuk menyiapkan meja, mengambil makanan dari dapur sekolah, menyajikan, dan membersihkan. Keterlibatan rutin dengan makanan ini dipandang sebagai bentuk apresiasi terhadap makanan dan kebiasaan makan sehat untuk jangka panjang.

Sebelumnya, karena kekhawatiran tentang kekurangan pangan dan defisit gizi setelah Perang Dunia II, Undang-Undang Makan Siang Sekolah diberlakukan pada tahun 1954 untuk menyediakan makan siang bagi semua siswa di Jepang. 

Namun, standar gizi yang berlaku saat ini baru mulai diterapkan pada tahun 1970-an. Pada bulan Juni 2005, Undang-Undang Dasar tentang Shokuiku diundangkan sebagai tanggapan terhadap meningkatnya kasus gangguan makan di kalangan pemuda Jepang.

Kemudian, pada bulan April 2007, Sistem Guru Diet dan Gizi diperkenalkan untuk memperkuat aspek pendidikan dalam program tersebut. Pada tahun 2008, Undang-Undang Makan Siang Sekolah direvisi untuk lebih menekankan pentingnya pendidikan tentang makanan dan gizi.

Istilah shokuiku merujuk pada pendidikan makanan dan gizi, yang merupakan elemen penting dalam program makan siang sekolah di Jepang. Siswa diberikan pengetahuan mengenai jenis makanan yang mereka konsumsi serta manfaat gizi dari makanan tersebut.

Beberapa sekolah menyediakan informasi harian yang menjelaskan kandungan gizi dari menu makan siang, sementara di sekolah dasar, siswa terlibat dalam aktivitas seperti permainan yang melibatkan pengelompokan gambar makanan ke dalam kategori seperti karbohidrat dan protein.

Tingkat obesitas di Jepang, baik di kalangan dewasa maupun anak-anak, merupakan yang terendah di antara negara-negara maju, terutama karena budaya Jepang mendorong penerapan prinsip shokuiku serta pola makan yang sehat dan seimbang.

Namun, Jepang juga menghadapi masalah gangguan makan yang tinggi, sehingga shokuiku berperan penting dalam mengajarkan anak-anak sejak dini tentang pentingnya makanan dan nutrisi bagi kesehatan, pembelajaran, dan perkembangan.

Selain itu, makan siang di sekolah menjadi sumber nutrisi penting bagi siswa dari keluarga berpenghasilan rendah yang mungkin tidak memiliki akses ke makanan bergizi di rumah.

Program makan siang sekolah di Jepang dan konsep shokuiku di sekolah sangat dihargai dan digunakan sebagai model kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lembaga nirlaba Table for Two membuat program bernama Wa-Shokuiku, yang mengajarkan siswa sekolah dasar dan menengah tentang gizi dan memasak, menggunakan makanan dan kebiasaan makan Jepang sebagai model.