<p>Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI) sekaligus Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) Sunarso saat menghadiri rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Industri

Dirut BRI: Potensi Indonesia Alami Resesi pada 2023 Hanya 3 Persen

  • Tidak seperti negara dunia lain, potensi Indonesia mengalami resesi sangat kecil.
Industri
Laila Ramdhini

Laila Ramdhini

Author

JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso menyebut Indonesia memiliki perekonomian yang solid sehingga peluang terjadi resesi hanya 3% pada 2023. Padahal, banyak negara dunia yang punya peluang resesi di atas 20%.

"Kita bangga Indonesia mampu mengelola ekonominya dengan baik, maka kita memiliki ekonomi yang solid dan peluang terjadinya resesi hanya tiga persen," katanya dalam webinar di Jakarta, Selasa, 17 Januari 2023.

Sunarso memandang ke depan perekonomian Indonesia masih akan kuat karena terkendalinya COVID-19 yang membuat aktivitas bisnis dan ekonomi kembali berjalan lancar, stabilitas harga komoditas, dan perbaikan peringkat investasi Indonesia.

Ke depan, sejumlah faktor masih menimbulkan ketidakpastian perekonomian global dan nasional. Faktor tersebut yakni resesi ekonomi Amerika Serikat (AS), perlambatan ekonomi global, peningkatan tensi geopolitik yang menyebabkan diskusi rantai pasok, tekanan inflasi, dan peningkatan COVID-19 di China.

Tren Industri Perbankan

Sementara itu, Sunarso memaparkan tren industri perbankan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain bonus demografi. Pada 2030, sebanyak 64% dari total penduduk Indonesia merupakan penduduk usia produktif.

Kemudian, perilaku nasabah yang semakin terdigitalisasi juga akan mempengaruhi perbankan. Hal ini tampak dari peningkatan pembayaran digital hingga lebih dari 30%, sedangkan transaksi tunai turun menjadi hanya 10%.

Selanjutnya, tren penurunan kredit yield akan semakin menekan Net Interest Margin (NIM) bank akan semakin tertekan. 

"Jadi di 2020 sekitar 10 persen, di 2022 enam persen, saya yakin akan terus menekan," katanya.

Di sisi lain, lanjut Sunarso, inflasi yang berpotensi direspons dengan kenaikan suku bunga acuan bank sentral akan mempengaruhi kebijakan perbankan yang kita tidak bisa serta merta menaikkan suku bunga karena berisiko meningkatkan Non Performing Loan (NPL).

"Utilisasi data dan teknologi juga akan mempengaruhi kinerja perbankan, termasuk kompetisi dengan perusahaan finansial berbasis teknologi. Persaingan semakin ketat dengan hanya pemain non-bank seperti fintech akan meramaikan industri di jasa keuangan," ucap Sunarso.