Dirut jadi Tersangka, Akumulasi Kerugian Waskita Karya Tembus Rp10,3 Triliun
- Total akumulasi kerugian Waskita per 31 Maret 2023 mencapai Rp10,31 triliun
Korporasi
JAKARTA - PT Waskita Karya (Persero) Tbk (Waskita) sedang tidak baik-baik saja. Di saat Direktur Utamanya, Destiawan Soewardjono, ditetapkan oleh Kejaksaan Agung sebagai tersangka kasus korupsi, BUMN Karya ini juga harus menghadapi tumpukan utang dan akumulasi kerugian yang semakin menjulang. Total akumulasi kerugian Waskita per 31 Maret 2023 mencapai Rp10,31 triliun.
Memburuknya kondisi Waskita mulai terjadi pada tahun 2020. Pada tahun pertama pandemi COVID-19, perseroan tercatat mengalami rugi komprehensif senilai Rp9,40 triliun. Akibat kerugian besar itu, saldo laba positif senilai Rp8,56 triliun di tahun 2019 berbalik menjadi negatif alias defisit senilai Rp2,17 triliun. Akumulasi kerugian itu terus membesar menjadi Rp7,69 triliun per 31 Desember 2021 dan bengkak lagi jadi Rp9,94 triliun di akhir tahun 2022.
- Xerox Capai Usia Lebih dari Seabad, CEO Bagi Resep Sukses Perusahaan
- Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Selama Mudik Lebaran 2023 Turun 25 Persen
- INFO BMKG: Gempa Guncang Saparua di Laut 6 km Tenggara 5.3 Magnitudo
- Laba Bersih Bank Permata (BNLI) Naik Tipis 0,75 Persen pada Kuartal I-2023
Pada tahun 2023 ini kondisi Waskita juga tak kunjung membaik. Per kuartal I-2023, perseroan masih mengakumulasi rugi komprehensif senilai Rp396,60 miliar.
Besarnya kerugian itu dipengaruhi oleh pendapatan usaha Waskita yang terus menurun. Per 31 Maret 2023, pendapatan Waskita hanya Rp2,73 triliun dengan beban pendapatan sebesar Rp2,33 triliun. Hasilnya, laba kotor perseroan cuma Rp400,43 miliar.
Sementara dengan tumpukan utang ke berbagai pihak, baik perbankan, lembaga keuangan non bank, dan pemegang obligasi, beban keuangan Waskita periode ini mencapai Rp703,96 miliar.
Utang Menumpuk
Catatan 31 laporan keuangan Waskita kuartal I-2023 mencatat, sejumlah bank BUMN menjadi kreditur besar perseroan. Contohnya utang jangka panjang yang direstrukturisasi ke BNI senilai Rp7,51 triliun, Bank Mandiri Rp4,55 triliun, BRI Rp2,64 triliun, dan Bank Syariah Indonesia Rp2,03 triliun.
Waskita juga masih menanggung utang sindikasi ke Bank Mandiri Rp3,39 triliun, BRI Rp1,19 triliun, dan BNI Rp312 miliar. Total utang jangka panjang Waskita tercatat kepada bank-bank BUMN mencapai Rp28,06 triliun.
Selain ke bank-bank BUMN, Waskita juga berutang ke bank swasta dan bank pembangunan daerah. Total utang jangka panjang ke bank-bank non BUMN itu mencapai Rp18,46 triliun. Sehingga total utang bank jangka panjang Waskita hingga kuartal I-2023 mencapai Rp46,53 triliun. Jumlah itu setara dengan 47,3% dari nilai aset Waskita Karya per 31 Maret 2023 sebesar Rp98,22 triliun.
Tumpukan utang Waskita juga mengalir ke lembaga keuangan non bank seperti PT Sarana Multi Infrastruktur dengan total Rp4,02 triliun. Terdapat juga pinjaman senilai Rp965 miliar ke PT Indonesia Infrastruktur Finance. Total pinjaman jangka panjang Waskita Group kepada lembaga keuangan non bank mencapai Rp5,14 triliun.
Adapun total pinjaman obligasi perseroan hingga kuartal I 2023 sebesar Rp6,60 triliun.
Saham Pemerintah Susut Rp28 Triliun
Dengan kinerja yang kian meredup dan terungkapnya dugaan kasus korupsi menjadikan saham Waskita Karya di Bursa Efek Indonesia (BEI) makin tak bernilai. Sebagai perbandingan, pada 2 Januari 2020, saham WSKT di BEI masih dihargai Rp1.500- 1.515 per saham. Sementara pada transaksi Rabu (3/5/2023), harga saham WSKT hanya dibandrol Rp202 per saham.
Anjloknya saham WSKT juga ikut merugikan pemerintah. Sebagai pemilik 75,34% saham atau sekitar Rp21,70 miliar lembar saham, dengan harga Rp202 per saham, nilai saham pemerintah di Waskita hanya bernilai sekitar Rp4,38 triliun.
Padahal sebelum tren kerugian mendera kinerja bisnis Waskita di akhir tahun 2020, nilai saham Pemerintah pernah mencapai senilai Rp32,88 triliun (2/01/2020). Artinya, nilai saham pemerintah yang terbakar oleh kinerja buruk BUMN ini mencapai sekitar Rp28,49 triliun.
Tak hanya pemerintah, para investor ritel dan minoritas Waskita juga harus menanggung kerugian besar akibat buruknya kinerja perusahaan. Selain harga saham yang terus melemah, dengan akumulasi kerugian yang sangat besar, investor sulit berharap mendapatkan dividen. Mungkin akumulasi rugi Rp10,3 triliun di kuartal I - 2023 masih akan terus membesar.
Pemerintah sendiri juga makin pesimistis dengan nasib Waskita Karya. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, (28/3/2023) tegas menyatakan akan menunda pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp3 triliun tahun ini.
Penundaan itu dilakukan di tengah potensi default perseroan dan penjualannya (kontrak baru) tak sesuai target.
"Kita sampaikan ke komite privatisasi, menurut hemat kami lebih baik yang Rp3 triliun itu kita hold. Dalam perjalanannya sales Waskita tidak sebaik yang diperkirakan. Kalau tidak salah Rp28 triliun atau Rp26 triliun, tapi ternyata yang tercapai hanya Rp16 triliun," kata Rionald.