PT PLN (Persero) melalui subholding PLN Nusantara Power (PLN NP) meresmikan Green Hydrogen Plant (GHP) pertama di Indonesia yang berlokasi di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta, Senin (9/10).
Energi

Dirut PLN Darmawan Beberkan Potensi Hidrogen Hijau Terhadap Transisi Energi

  • PT PLN (Persero) melalui anak perusahaannya, PLN Nusantara Power (PLN NP), secara resmi mengoperasikan Green Hydrogen Plant (GHP).
Energi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA - PT PLN (Persero) melalui anak perusahaannya, PLN Nusantara Power (PLN NP), secara resmi mengoperasikan Green Hydrogen Plant (GHP). Pionir pabrik GHP di Indonesia ini berlokasi di area Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang, Pluit, Jakarta, dan diresmikan pada Senin, 9 Oktober 2023. 

GHP ini sepenuhnya memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan memiliki kapasitas produksi sebanyak 51 ton hidrogen per tahun. Diketahui green hydrogen (Hidrogen Hijau) merupakan sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca.

Direktur Utama (Dirut) PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan GHP ini merupakan produk inovatif yang terus dikembangkan oleh PLN. Langkah ini merupakan respons terhadap perubahan dalam transisi energi. Salah satu manfaat utama hidrogen adalah sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi.

“Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM. Karya Inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi. Memaksimalkan existing facility yang ada di PLTGU Muara Karang, kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100% EBT menjadi green hydrogen,” tegas Darmawan dalam siaran pers PLN dikutip Selasa, 10 Oktober 2023. 

Darmawan menambahkan era masa depan transportasi tak hanya bergerak ke arah listrik namun juga ke arah hidrogen. Maka, PLN sebagai key player dalam transisi energi terus berpacu dalam menyediakan energi bersih bagi masyarakat.

GHP dikembangkan oleh PLN Nusantara Power diproduksi menggunakan sumber energi dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di area PLTGU Muara Karang. Selain berasal dari PLTS yang terpasang, hidrogen hijau ini juga diperoleh melalui pembelian Renewable Energy Certificate (REC) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang.

Darmawan menyebut dari total produksi hidrogen sebanyak 51 ton per tahun, sekitar 43 ton. Angka tersebut, menurutnya lebih dari cukup untuk menggerakkan 147 mobil yang menempuh jarak 100 km setiap harinya

“Jika saat ini emisi 10 kilometer kendaraan BBM sebesar 2,4 kg CO2, maka dengan menggunakan green hydrogen yang emisinya 0, artinya bisa menghindarkan emisi sebesar 1.920 ton CO2e per tahun,” ucap Darmawan.

Selain digunakan untuk transportasi, GHP besutan PLN ini juga dapat dioptimalkan dalam sektor industri, seperti dalam proses pembuatan baja, produksi beton, dan pembuatan bahan kimia serta pupuk.

Selaras dengan Dirut Darmawan, Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah bahwa pemanfaatan GHP ini akan memudahkan berbagai sektor industri yang sulit dielektrifikasi seperti industri baja, penerbangan, kendaraan berat, dan perkapalan. Sehingga ekosistem industri Tanah Air akan semakin ramah lingkungan. 

“Pengembangan hidrogen hijau menjadi salah satu alternatif dalam usaha bersama mengurangi gas rumah kaca. Peresmian hidrogen hijau pertama di Indonesia ini kami harapkan dapat menjadi pionir dan memunculkan banyak hidrogen hijau di penjuru nusantara”, terang Ruly.

Singapura Butuh Ini

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yudo Dwinanda Priaadi, mengungkapkan bahwa hidrogen hijau memegang peran kunci sebagai sumber bahan bakar alternatif yang akan menentukan arah masa depan. 

“This is true breakthrough! Yang dilakukan PLN Ini terobosan luar biasa. Ke depan, hidrogen hijau ini adalah game changer dalam transisi energi. Pemerintah komit untuk mengembangkan ini dan terus melakukan kajian dan rumusan kebijakan yang lebih komperhensif untuk mendorong hidrogen hijau ini berkembang di Indonesia,” ujar Yudo.

Yudo juga menambahkan Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan hidrogen hijau. Pasalnya, hidrogen hijau diidentifikasi sebagai elemen inti dalam peralihan energi untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060. Bahkan, negara tetangga, Singapura bahkan telah menyatakan kebutuhan hidrogen hijau dan akan menyerap produksi dari Indonesia. 

“Nantinya pengembangan harus terus dilakukan seperti membangun storage nya. Kebutuhan atas hidrogen hijau akan terus berkembang,” ujar Yudo.