Dirut PT JJC Pernah Tolak Klaim Rp1,4 T di Proyek Jalan Tol Layang MBZ
- Dalam sidang kali ini para saksi juga mengungkapkan adanya sejumlah proyek fiktif yang dilakukan oleh Waskita Karya
BUMN
JAKARTA – Direktur Utama (Dirut) PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (PT JJC) ternyata pernah menolak klaim senilai Rp1,4 triliun dari KSO Waskita-Acset selaku kontraktor proyek pembangunan jalan tol layang Jakarta Cikampek (Japek) II Elevated.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi di proyek pembangunan jalan tol layang Japek II Elevated Selasa sore (15/5).
“Klaim itu tidak disetujui oleh PT JJC karena tidak dijumpai adanya instruksi dari pemilik proyek (PT JJC) atau persetujuan proposal oleh PT JJC terkait klaim pekerjaan tersebut,” ungkap Sugiharto yang menjabat sebagai Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2019 sampai dengan Maret 2021 dan Vice President Infrastruktur II PT Waskita Karya Periode Maret 2021 sampai dengan 17 Desember 2021 dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (15/5).
Saksi lain, Dino Ario yang merupakan karyawan Waskita dalam keterangannya menambahkan, proyek jalan tol layang Japek II Elevated dibangun melalui skema Kerjasama Operasi atau KSO antara Waskita Karya dan ACSET. Dalam KSO tersebut Waskita memiliki porsi saham 51%, sementara ACSET 49%.
“Nilai pekerjaan KSO Waskita-Acset dari proyek ini Rp 12,3 triliun,” tambah Dino.
Dino juga mengungkapkan pekerjaan yang dilakukan oleh KSO Waskita-Acset di luar scope kontrak dengan PT JJC salah satunya adalah instruksi dari Komisi Keamanan Jalan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) yang berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) agar menggunakan SNI Geoteknik Safety Factor 1000 tahun dari semula 500 tahun sehingga menimbulkan penambahan biaya pekerjaan di lapangan.
Itu sebabnya, menurut Dino, muncul tambahan biaya sebesar Rp 1,4 triliun, dari jumlah itu sekitar Rp 900 miliar berasal dari PT Waskita Karya dan sekitar Rp 500 miliar dari PT ACSET.
“Klaim itu sebenarnya adalah pekerjaan diluar kontrak sehingga tidak dapat disetujui oleh PT JJC dengan alasan kontrak ini merupakan kontrak desain and build dengan sistem lumpsum fix price sehingga segala tambahan kegiatan menjadi tanggungjawab kontraktor,” ungkap Dino dalam kesaksiannya.
Pembangunan jalan tol layang Japek II Elevated menggunakan metode Desain and Build yakni kegiatan merancang dan membangun dilakukan secara beriringan oleh kontraktor. Metode rancang bangun ini merupakan inovasi kementerian PUPR yang gencar dilakukan untuk mempercepat pembangunan proyek infrastruktur di Indonesia dengan lebih efisien, baik dari sisi waktu dan biaya.
Kontrak design and build berbeda dengan kontrak konvensional (design bid build) di mana dalam pengadaan tender, pemberi kerja sudah membuat Rencana Tahap Akhir untuk dikerjakan oleh kontraktor. Dalam kontrak design and build, kontraktor membuat Rencana Tahap Akhir Partial (RTA Partial) sebagai dasar pengerjaan sehingga dari awal pelaksanaan pekerjaan sampai akhir pekerjaan terdapat beberapa RTA Partial yang merupakan acuan dalam melaksanakan pekerjaan.
Dalam sidang kali ini para saksi juga mengungkapkan adanya sejumlah proyek fiktif yang dilakukan oleh Waskita Karya. Diantaranya adalah hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait adanya kekurangan gate tol. “Diminta juga oleh pak Bambang Rianto (direktur operasi II Waskita Karya) untuk menyediakan uang Rp 10 miliar dari kegiatan fiktif,” kata Sugiharto.
Sugiharto menuturkan, proyek fiktif ini tidak diketahui dan tidak merugikan PT JJC melainkan hanya diketahui dan hanya merugikan PT Waskita Karya.
Sebelumnya Kejaksaan Agung telah menetapkan empat terdakwa dalam kasus ini yaitu; eks Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono, Ketua Panitia Lelang PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Yudhi Mahyudin, Direktur Operasional PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas dan Staf Tenaga Ahli Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budianto Sihite.