<p>Ilustrasi industri pertambangan. / Pixabay</p>
Industri

Bos BUMN Bukit Asam: Penghapusan Limbah Batu Bara Jadi Kabar Baik

  • Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin menyambut baik kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghapus limbah batu bara atau dikenal dengan fly ash dan bottom ash (FABA), dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Arviyan Arifin menyambut baik kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghapus limbah batu bara atau dikenal dengan fly ash dan bottom ash (FABA), dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

“Kebijakan ini kabar baik karena bisa digunakan untuk teknologi lain. Selama ini limbah FABA yang masih terkendala, jadi bermanfaat,” katanya dalam paparan kinerja PTBA 2020 secara virtual, akhir pekan lalu.

Menurutnya, limbah FABA semestinya sudah tidak masuk dalam P3. Alasannya, produk ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pengganti semen, bahan bangunan, dan teknologi untuk pembuatan jalan.

Di samping itu, Arviyan menyebut bahwa di negara maju, terutama di Eropa, permasalahan terkait limbah ini sudah rampung sehingga teknologi mereka terus berkembang jauh. Kemudian, pada teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), limbah ini juga dikatakan bisa ditangkap untuk menangkap diolah dalam proses tersebut.

Sebagai informasi, kebijakan penghapusan limbah ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja.

Aturan ini diteken setelah sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan supaya limbah FABA alias hasil proses pembakaran batu bara di PLTU, boiler, dan tungku industri dikeluarkan dari daftar limbah B3.

Sebab, abu tersebut dinilai memenuhi bahan baku mutu atau ambang batas persyaratan yang ada dalam PP Nomor 101 tahun 2014. Peraturan ini juga dianggap sama seperti yang diimplementasikan oleh negara lain, seperti Amerika Serikat, China, India, Jepang, dan Vietnam.

Di Indonesia, pemanfaatan FABA hanya kurang lebih 1%, disebut jauh lebih rending ketimbang negara lain sebesar 44,8% hingga 86%.

Rugikan Masyarakat di Kawasan Sekitar

Dalam kesempatan terpisah, kebijakan ini mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, salah satunya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Kepala Departemen Advokasi Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, pemanfaatan limbah FABA merupakan pemikiran yang keliru. Menurutnya, hal ini akan berdampak pada hak hidup orang banyak, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan pembuangan limbah. “Bukan soal bisa dimanfaatkan atau tidak,” ujarnya.

Apabila persoalannya menyangkut ekonomi, Zenzi bilang, pemerintah semestinya meninjau kembali keberadaan PLTU.

Pasalnya, dalam hukum lingkungan disebutkan bahwa biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan, maka usaha tersebut dikatakan tidak layak. Maka, yang semestinya dilakukan adalah evaluasi, bukan menghapus limbah FABA dari kategori B3.