Tim Peneliti dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB), Rahmana Emran Kartasasmita (tengah), Daryono Hadi Tjahjono (kanan), dan Kusnandar Anggadireja (kiri) berbincang usai memaparkan hasil kajian literatur ilmiah dari SF-ITB yang berjudul “Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) Berdasarkan Data dan Kajian Literatur" dalam diskusi media terbatas di Jakarta, Rabu, 8 Juni 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Foto

Diskusi Hasil Kajian SF-ITB soal Risiko Produk Tembakau yang Dipanaskan

  • Prevalensi merokok di Indonesia tidak kunjung menurun meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Seiring perkembangan teknologi dan inovasi yang didukung

Foto

Ismail Pohan

JAKARTA - Prevalensi merokok di Indonesia tidak kunjung menurun meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Seiring perkembangan teknologi dan inovasi yang didukung dengan penelitian selama dua dekade terakhir, lahir ragam produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, snus, dan kantong nikotin. 

Kehadiran dari produk ini dapat digunakan untuk membantu perokok dewasa untuk beralih dari kebiasaannya karena memiliki profil risiko yang jauh rendah daripada rokok.

Atas pertimbangan tersebut, SF-ITB melakukan kajian literatur ilmiah secara mendalam dan komprehensif untuk mempelajari profil risiko serta potensi manfaatnya bagi perokok dewasa.

Berdasarkan hasil kajian SF-ITB, Tim Peneliti Rahmana Emran Kartasismita mengatakan produk tembakau yang dipanaskan tidak sepenuhnya bebas risiko. Namun, produk ini terbukti memiliki profil risiko kesehatan lebih rendah dibandingkan dengan rokok.

Dengan sejumlah hasil kajian ilmiah yang tersedia saat ini, Prof. Emran mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk turut mengkaji produk tembakau alternatif dengan menggandeng para peneliti, akademisi, pelaku industri, asosiasi, hingga konsumen. 

Hasil dari penelitian tersebut akan semakin memperkuat fakta-fakta yang sudah ada tentang produk tembakau alternatif sehingga menjadi referensi terpercaya dalam menyebarkan informasi kepada publik. 

Foto: Ismail Pohan/TrenAsia