Ilustrasi industrasi reasuransi.
IKNB

Diterapkan Bersamaan dengan Ketentuan Modal Minimum, PSAK 117 Dapat Bebani Industri Asuransi

  • Kedua kebijakan ini diyakini akan membawa dampak signifikan, khususnya bagi perusahaan asuransi yang memiliki kapasitas modal terbatas.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Pada tahun 2026 mendatang, industri asuransi umum di Indonesia akan menghadapi tantangan besar dengan diberlakukannya dua kebijakan penting. 

Selain penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 117, perusahaan asuransi juga harus menaikkan modal minimum sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 23 Tahun 2023. 

Kedua kebijakan ini diyakini akan membawa dampak signifikan, khususnya bagi perusahaan asuransi yang memiliki kapasitas modal terbatas.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Hermawan, menegaskan bahwa industri perlu bersiap dengan sangat hati-hati menghadapi penerapan dua regulasi tersebut. 

Menurutnya, penerapan kebijakan ini akan sangat mempengaruhi perusahaan asuransi umum, terutama yang berada di kategori menengah ke bawah.

Dampak Penerapan PSAK 117 Terhadap Perusahaan Asuransi

PSAK 117, yang akan berlaku efektif pada 2026, mengatur tentang pelaporan keuangan berbasis risiko. Regulasi ini menuntut perusahaan asuransi untuk mengadopsi pendekatan akuntansi yang lebih transparan dan mencerminkan risiko asuransi yang sebenarnya. 

Budi mengakui, penerapan PSAK 117 merupakan tantangan pertama yang akan dihadapi industri asuransi. Kebijakan ini, jika diterapkan bersamaan dengan kewajiban peningkatan modal, dapat membebani perusahaan asuransi yang belum memiliki modal yang cukup besar.

Kalau ini dua-duanya dijalankan tentunya akan hit ke perusahaan asuransi umum khususnya di kelas menengah ke bawah,” jelas Budi dalam konferensi pers paparan kinerja industri asuransi umum dan reasuransi di Jakarta beberapa waktu lalu. 

Peningkatan Modal Minimum dan Ekuitas Perusahaan Asuransi

Selain tantangan dari PSAK 117, perusahaan asuransi juga diwajibkan memenuhi modal minimum sesuai POJK No. 23 Tahun 2023. Dalam peraturan tersebut, modal minimum untuk perusahaan asuransi umum dan jiwa akan meningkat menjadi Rp250 miliar pada 2026. Selain itu, pada tahun 2028, modal ini akan dinaikkan lagi berdasarkan Kelompok Perusahaan Perasuransian Berdasarkan Ekuitas (KPPE), yang terbagi menjadi dua kelompok. 

KPPE 1 mengharuskan perusahaan asuransi umum dan jiwa memiliki modal minimum sebesar Rp500 miliar, sementara KPPE 2 mewajibkan modal minimum sebesar Rp1 triliun.

Potensi Dilusi dan Merger di Industri Asuransi

Budi juga tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa perusahaan asuransi umum akan mengalami dilusi akibat kebijakan ini. Hal ini terutama akan dialami oleh perusahaan yang memiliki kapasitas modal terbatas dan belum siap menghadapi tantangan regulasi baru.

Ia menegaskan bahwa AAUI akan berusaha keras untuk menjaga keberlanjutan industri asuransi umum. Langkah-langkah seperti merger atau pencarian mitra strategis akan menjadi solusi yang dipertimbangkan untuk membantu perusahaan yang tidak memenuhi modal minimum.

“Kami juga akan berupaya mencarikan holding company yang tepat untuk membantu mereka bertahan,” tegas Budi.

Kerja Sama Internasional dan Kajian Akademik untuk Mendukung Industri

AAUI tidak tinggal diam menghadapi tantangan ini. Budi menjelaskan bahwa asosiasi telah melakukan diskusi dengan beberapa asosiasi asuransi dari negara lain, seperti Filipina dan Hong Kong, guna mencari solusi terbaik dalam mengakomodir kebutuhan regulator. Diskusi tersebut, menurut Budi, telah berjalan dengan baik dan memberikan wawasan yang berharga bagi AAUI.

Selain itu, AAUI juga telah menyiapkan naskah akademik yang berisi kajian tentang tantangan-tantangan yang dihadapi industri asuransi umum di Indonesia. 

Naskah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi regulator dalam mengevaluasi kebijakan yang diterapkan, sehingga tidak memberikan dampak negatif yang terlalu besar terhadap perusahaan asuransi.