<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Diterpa Sentimen Suku Bunga Bank Sentral Global, Rupiah Ditutup Melemah di Level Rp14.995 per USD

  • Kurs rupiah mengalami pelemahan sebesar 20 poin atau 0,13% dari harga pembukaan di level Rp14.975 perdolar AS.
Pasar Modal
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Di tengah sentimen suku bunga bank sentral global yang masih membayang-bayangi karena kekhawatiran inflasi, kurs rupiah ditutup melemah di level Rp14.995 perdolar Amerika Serikat (AS) menurut pantauan perdagangan via Bloomberg, Selasa, 12 Juli 2022. Kurs rupiah mengalami pelemahan sebesar 20 poin atau 0,13% dari harga pembukaan di level Rp14.975 perdolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, untuk perdagangan Rabu, 13 Juli 2022, diperkirakan mata uang rupiah akan dibuka berfluktuasi namun ditutup melemah di rentang Rp14.980-Rp15.030 perdolar AS.

Kemudian, Ibrahim juga menyampaikan bahwa dolar AS mengalami penguatan terhadap mata uang lainnya di tengah kekhawatiran krisis energi yang akan menggiring perekonomian ke fase resesi.

Selain itu, mata uang AS pun didorong oleh ekspetasi kebijakan kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari bank sentral The Federal Reserve (The Fed). The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin pada pertemuan 26-27 Juli 2022 mendatang.

Ibrahim menyampaikan, dengan kondisi yang tidak menentu akibat krisis global yang disebabkan oleh konflik Rusia-Ukraina, pemerintah harus mengantisipasi kondisi utang negara demi menghindari kebangkrutan seperti Sri Lanka.

"Ini harus dipandang secara hati-hati. Utang Indonesia semakin meningkat tajam, penerimaan juga belum optimal, inflasi semakin naik, ini bisa menjadikan bumerang bagi Indonesia," ujar Ibrahim kepada awak media, Selasa, 12 Juli 2022.

Kebangkrutan Sri Lanka dinilai Ibrahim tidak akan berdampak besar pada Indonesia karena hubungan bilateral antara dua negara yang tidak terlalu besar yang mana ekspor tanah air ke negara tersebut hanya 0,13% dari total ekspor.

"Kendati demikian, kebangkrutan Sri Lanka dapat menjadi gelombang kebangkrutan negara-negara lainnya. Salah satu negara yang mulai terlihat tanda-tanda akan mengalami kebangkrutan adalah Laos. Hal ini yang harus diantisipasi oleh Indonesia walaupun ekonomi masih cukup stabil saat ini," kata Ibrahim.