Vale
Korporasi

Ditolak 3 Gubernur, Luhut Beri Karpet Merah Izin Tambang Vale Berkat Smelter Nikel?

  • Dalam catatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, kontribusi Vale Indonesia masih sangat minim

Korporasi

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, memberikan sinyal positif bagi keputusan perpanjangan Kontrak Karya PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). 

Luhut berkata, keputusan perpanjangan akan keluar tahun depan. Sebagaimana diketahui, kontrak karya perusahaan yang memiliki konsesi tambang seluas 118.017 hektare di tiga provinsi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah ini akan habis pada 28 Desember 2025. 

"Saya kira kami ingin putuskan itu tahun depan. Saya akan usulkan jangan diganggu (konsesi tambang) yang 100.000 hektare ini," kata Luhut dalam groundbreaking Proyek Pomalaa di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Minggu 27 November 2022. 

Adapun Luhut menegaskan, syarat agar perseroan dapat mengantongi IUPK adalah mayoritas kepemilikan saham INCO haruslah publik Indonesia. 

Hal ini berdasarkan UU No 3 Tahun 2020 Pasal 112, badan usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha swasta nasional. 

Sedangkan per 31 Desember 2021, komposisi pemegang saham INCO dikuasai sebanyak 43,79% oleh dimiliki Vale Canada Limited, 15,03% Sumitomo Metal Mining Co., Ltd (SMM), dan 0,54% milik Vale Japan Ltd. 

Sementara persentase saham yang dimiliki oleh Indonesia yaitu 20,64% publik Indonesia, 20% PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau holding tambang MIND ID. Dengan syarat itu, Vale harus mendivestasi 11% saham untuk memperoleh IUPK. 

Ditolak 3 Gubernur di Sulawesi 

Berkebalikan dengan Luhut yang memberikan sinyal perpanjangan dengan syarat divestasi, 3 gubernur tuan rumah tambang Vale justru terang-terangan memberikan penolakan. 

Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman tegas menolak perpanjangan Kontrak Karya (KK) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menjadi IUPK. 

Dalam catatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel, kontribusi Vale Indonesia masih sangat minim. Sehingga, tidak berkontribusi secara signifikan terhadap pemberantasan kemiskinan ekstrem masyarakat setempat. 

"Tidak ada perpanjangan 35 tahun untuk mereka. Karena ketika ada masalah finansial dalam pengelolaannya, maka 35 tahun itu kami akan menderita. Kalau Freeport bisa dilepas (ke Pemprov/Pemda), kenapa ini tidak? kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami," kata Andi. 

Pada 2021, kontribusi Vale tercatat hanya berkisar 1,98% untuk masa kontrak karya puluhan tahun sebagai pemegang kuasa pertambangan. Selain kontribusi ke daerah, Andi juga mempersoalkan sejumlah hal.  

Pertama, INCO dikatakan belum menyelesaikan persoalan kelebihan dari ketentuan nilai ambang batas kadar chrom hexafalen (cr6+) yang bersifat toxic atau beracun dengan sistem yang sesuai penggunaan kawasan hutan. 

Kedua, belum dilaksanakan reklamasi permanen dengan cara revegetasi pada area konservasi yang saat ini masih ditanami rumput gajah atau uraso. Ketiga, belum adanya restorasi atau penataan terhadap wilayah infrastruktur yang belum ditata seperti sisi jalan yang menghubungkan Petea hingga Bahudopi. 

Keempat, Vale Indonesia diminta mengatasi emisi buang dari tanur yang dikeluhkan oleh petani terhadap buangan dari dryer. Kelima, belum adanya titik temu penyelesaian sengketa terhadap complain masyarakat adat terhadap lahan yang dikuasai perseroan. 

Belum lagi, Andi menjelaskan Pemprov Sulsel hanya mengandalkan satu investor saja (Vale) yang memiliki keterbatasan mengelola sumber daya alam.  

“Akhirnya, apa yang terjadi adalah pelambatan penanganan kemiskinan ekstrem dan pemlihan ekonomi. Sehingga kami terbelakang terus.” 

Dengan penolakan perpanjangan kontrak Vale yang akan habis pada 2025, Andi menegaskan bahwa kesiapan dan minta perusahaan lokal untuk mengelola tambang sangat kuat. Oleh karenanya, ia berharap perusahaan daerah yang berada di bawah kendali Pemprov dapat menjadi pengendali tambang. 

Tanggapan Vale

Direktur Utama Vale Indonesia Febriany Eddy mengatakan, pihaknya bersedia untuk melakukan diskusi lanjutan terkait hal ini. Ketiga gubernur dari provinsi-provinsi tersebut kompak menolak perpanjangan izin kontrak karya Vale. 

"Negara kita negara demokrasi yang bebas berpendapat, silakan berpendapat. Kalau ada kurangnya, kami mohon diberi tahu dan mari perbaiki bersama dan berdialog," kata Febri. 

Adapun 3 wilayah operasi PT Vale di Sulawesi, yakni di Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), dan Sulawesi Tengah (Sulteng). 

Febri menjelaskan, bila ada kekurangan dari perusahaan, dia meminta para kepala daerah untuk membicarakan baik-baik dengan perusahaan serta menjamin akan terbuka untuk semua masukan.

Hingga saat ini belum mengajukan perpanjangan kontrak pertambangan yang akan habis pada 2025. Alasannya, saat ini perusahaan fokus untuk merampungkan tiga proyek investasi dengan nilai Rp140 triliun.

Sebagai informasi, Vale Indonesia baru saja melaksanakan groundbreaking proyek smelter nikel di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Proyek yang beroperasi di bawah naungan PT Kolaka Nickel Indonesia (KNI) menelan dana imvestasi sebesar Rp67,5 triliun untuk pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) dan tambang. Berdasarkan keterbukaan informasi, proyek ini akan melibatkan sekitar 12.000 lapangan kerja untuk konstruksi.