Ilustrasi Twitter
Tekno

Dituding Gunakan Data Pengguna Secara Ilegal, Twitter Kena Denda Rp2,18 Triliun

  • Twitter, Inc. dituding menggunakan data pengguna secara ilegal untuk kepentingan iklan sehingga platform media sosial itu pun dijatuhi denda sebesar US$150 juta atau setara dengan Rp2,18 Triliun dalam asumsi kurs Rp14.544 perdolar Amerika Serikat (AS).

Tekno

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Twitter, Inc. dituding menggunakan data pengguna secara ilegal untuk kepentingan iklan.  Alhasil  platform media sosial itu pun dijatuhi denda sebesar US$150 juta atau setara dengan Rp2,18 Triliun dalam asumsi kurs Rp14.544 perdolar Amerika Serikat (AS).

Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commision/FTC) dan Departemen Kehakiman (Department of Justice) Amerika Serikat menyatakan Twitter telah melanggar perjanjian regulasi yang berhubungan dengan data pribadi pengguna.

Sebelumnya, Twitter telah terikat peraturan untuk tidak memberikan informasi pribadi seperti nomor telepon dan alama email untuk keperluan iklan di platform. 

Pada tahun 2020, Twitter juga pernah dikenai denda sebesar 400 ribu Poundsterling atau Rp7,35 miliar (asumsi kurs Rp18.397 per-poundsterling) pada Desember 2020 karena melanggar aturan privasi data pengguna yang tercantum dalam General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa.

Menurut laporan yang diajukan oleh Departemen Kehakiman atas nama FTC, Twitter mulai meminta pengguna untuk memberikan nomor telepon dan alamat e-mail untuk meningkatkan keamanan akun pada tahun 2013.

"Seperti yang dicatat dalam pengaduan, Twitter memperoleh data dari pengguna dengan dalih memanfaatkannya untuk tujuan keamanan, tetapi akhirnya menggunakan data itu juga untuk menargetkan pengguna dengan iklan," ujar Dewan FTC Lina Khan dikutip dari BBC, Senin, 30 Mei 2022.

Khan pun mengatakan, praktik penyalahgunaan data ini memengaruhi lebih dari 140 juta pengguna Twitter sekaligus mendongkrak pendapatan platform yang sebagian besarnya dihasilkan dari iklan.

Direktur Pelaksana Secure Team Ian Reynolds memaparkan, Twitter telah melanggar kepercayaan pengguna lagi dengan memanfaatkan informasi pribadi untuk keuntungan perusahaan.

Ia menambahkan, Twitter telah membawa rasa aman palsu dengan mengklaim bahwa permintaan data pribadi pengguna bertujuan untuk keamanan dan perlindungan akun. Padahal, permintaan itu diajukan kepada pengguna untuk kepentingan komersial platform.

"Fakta ini menunjukkan kekuatan yang masih dimiliki perusahaan atas data masyarakat dan masih ada jalan panjang sebelum pengguna dapat merasa nyaman dan memiliki kendali penuh atas jejak digital mereka sendiri," ungkap Reynolds.

Untuk diketahui, Twitter mengharuskan pengguna untuk memberikan nomor telepon dan alamat e-mail untuk mengautentikasi akun. Informasi itu juga dikatakan dapat membantu pengguna untuk mengatur ulang kata sandi dan mengaktifkan autentikasi dua faktor.

Otentikasi dua faktor adalah lapisan keamanan ekstra dengan mengirimkan kode ke nomor telepon atau alamat e-mail untuk membantu pengguna masuk ke platform.

Meski demikian, setidaknya hingga September 2019, FTC mengatakan Twitter telah menggunakan informasi itu untuk bisnis periklanannya.

Berdasarkan gugatan yang diajukan, selain denda, Twitter juga diharuskan untuk berhenti menyalahgunakan nomor telepon dan alamat e-mail pengguna, memberi tahu pengguna tentang penggunaan informasi keamanan yang tidak tepat, memberi tahu pengguna soal tindakan penegakan hukum FTC, menjelaskan cara mematikan iklan yang dipersonalisasi, serta meninjau pengaturan autentikasi multi-faktor.

Kemudian, Twitter juga diharuskan untuk menyediakan opsi autentikasi multi-faktor yang tidak memerlukan nomor telepon, serta menerapkan program privasi dan keamanan yang ditingkatkan.