Dituding Lakukan Praktik Kartel Suku Bunga, Berikut Klarifikasi dari AFPI
- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga ada kartel fintech.
Fintech
JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memberikan klarifikasi atasu tudingan praktik kartel bunga yang dilayangkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan, pihaknya sejauh ini belum menerima surat resmi dari KPPU terkait tudingan tersebut, namun pihak asosiasi sudah membaca siaran pers dari komisi atas adanya dugaan praktik kartel suku bunga di industri fintech lending.
Disampaikan oleh Entjik, pihak AFPI memandang bahwa praktik kartel itu terjadi apabila pihaknya menentukan suku bunga minimum dalam penyelenggaraan bisnis fintech lending.
Sementara itu, yang ditetapkan oleh AFPI adalah penetapan suku bunga maksimum sebesar 0,4% perhari bagi setiap pemain fintech lending yang tergabung di dalam asosiasi.
Tidak hanya itu, Entjik pun membantah bahwa pihaknya menetapkan suku bunga maksimum 0,8% seperti yang dikemukakan oleh KPPU dalam siaran persnya. Padahal, pihaknya sudah menurunkan maksimum suku bunga menjadi 0,4%.
"Apa yang kita atur itu kan maksimum, dan itu bukan 0,8%, tapi 0,4%. Bunga 0,8% itu dua tahun yang lalu," kata Entjik dalam konferensi pers di Manhattan Hotel, Jakarta, Jumat, 6 Oktober 2023.
- Jepang Kembali Lepas Air Radioaktif ke Samudra Pasifik
- TikTok Shop Tutup, Menkominfo Budi Arie Imbau Pedagang Digital Beralih ke Marketplace
- Revisi UU ASN Buka Peluang Honorer Diangkat jadi PNS
Entjik pun menegaskan, pihaknya tentu akan berkomunikasi dengan KPPU untuk berdiskusi mengenai hal tersebut. AFPI hendak menyampaikan bahwa penetapan batas bunga tersebut tidak bisa dikatakan sebagai praktik kartel karena pihaknya tidak menentukan batas minimum, melainkan maksimum.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif AFPI Kuseryansyah mengatakan bahwa pihaknya menetapkan batas bunga maksimum dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen.
Bahkan, dulunya, para penyelenggara layanan fintech lending bisa menetapkan bunga bagi para peminjam secara arbitrer tanpa adanya batas khusus.
"Tapi, di lapangan banyak komplain karena bunganya tinggi sekali, dan ada fenomena fintech legal-ilegal. Lalu, fintech di bawah OJK mengambil inisiatif. Kami tidak mau disamakan dengan fintech ilegal, maka kami menetapkan maksimum 0,8% dalam rangka melindungi," kata Kuseryansyah.
Setelah menetapkan 0,8% sebagai batas maksimum penetapan bunga, AFPI pun menurunkan lagi batasannya menjadi 0,4% karena ternyata batas tersebut dinilai masih terlalu tinggi.
Kuseryansyah menegaskan bahwa penetapan batas bunga maksimum ini diinisiasi bukan dalam rangka melakukan monopoli yang pada gilirannya dapat diindikasikan sebagai praktik kartel, melainkan semata-mata untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen agar tidak dikenai beban yang terlalu tinggi dalam membayar pinjaman.
- Ada di Makam Firaun, Ini 7 Manfaat Biji Ketumbar Bagi Kesehatan
- Peringati HUT ke-78, KAI Geber Promo Tiket hingga Nostalgia Kuliner
- Lagi Ramai di Medsos, Ini Cara Kerja Doxing yang Perlu Anda Waspadai!
Sebelumnya, KPPU menyatakan pihaknya telah memulai penyelidikan awal perkara terkait dugaan pengaturan atau penetapan suku bunga pinjaman kepada konsumen atau penerima pinjaman yang dilakukan oleh AFPI.
Langkah ini diambil sebagai respons atas temuan KPPU setelah melakukan penelitian dalam sektor pinjaman daring (online), berdasarkan informasi yang berkembang di masyarakat.
Dalam hasil penelitian, KPPU menemukan adanya indikasi pengaturan oleh AFPI kepada anggotanya terkait penentuan komponen pinjaman kepada konsumen, terutama dalam penetapan suku bunga flat sebesar 0,8% perhari dari jumlah pinjaman yang diterima oleh konsumen atau penerima pinjaman.
Kebijakan ini diikuti oleh seluruh anggota AFPI yang terdaftar. AFPI sendiri memiliki 89 anggota yang aktif di sektor fintech lending atau peer-to-peer lending.
KPPU merasa perlu untuk menilai apakah penentuan suku bunga pinjaman online oleh AFPI ini mungkin melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Oleh karena itu, KPPU telah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani persoalan ini. Proses penyelidikan awal akan dilakukan dalam jangka waktu maksimum 14 hari sejak keputusan pembentukan satuan tugas.
Dalam upaya menindaklanjuti temuan ini, KPPU akan melakukan penyelidikan awal perkara untuk memperjelas identitas Terlapor, pasar yang terkait, potensi pasal Undang-Undang yang mungkin dilanggar, validitas alat bukti yang ada, serta apakah ada dasar yang cukup untuk melanjutkan ke tahap penyelidikan lebih lanjut.