Ghozali 'Everyday' daftar NPWP untuk bayar pajak/ Twitter @DitjenPajakRI.
Nasional

DJP Jelaskan Alasan Ghozali Wajib Bayar Pajak meski Belum Ada Skema Pajak Kripto

  • DJP menjelaskan bahwa meski belum ada ketentuan pajak aset digital atau kripto, namun negara bisa menuntut kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan PPh.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Banyak orang bertanya alasan Sultan Gustaf Al Ghozali atau lazim dikenal dengan julukan "Ghozali Everyday" diminta harus membayar pajak dari penghasilannya menjual aset digital NFT (Non-Fungible Token) berupa foto selfie di platform OpenSea.

OpenSea adalah pasar daring untuk NFT. Perusahaan ini didirikan oleh Devin Finzer dan Alex Atallah di New York, Amerika Serikat, pada 20 Desember 2017.

Ghozali, yang mendadak viral karena mendapat cuan miliaran dari penjualan NFT bahkan kini telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang diperolehnya dari Kantor Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Timur, Jawa Tengah.

Banyak orang mempersoalkan mengapa baru Ghozali yang langsung diwajibkan membayar pajak sedangkan banyak pemain aset digital lainnya belum. Selain itu, banyak juga yang bertanya mengapa Ghozali harus membayar pajak dari penjualan NFT sedangkan belum ada ketentuan mengenai pajak kripto.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa meski belum ada ketentuan pajak aset digital atau kripto, namun negara bisa menuntut kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh).

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.

Merujuk pada UU PPh, maka seluruh penghasilan yang dimiliki oleh WP harus dicantumkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) sesuai nilai pasarnya hingga 31 Desember, termasuk yang aset kripto saat ini sedang booming yaitu bitcoin dan NFT.

"Hal itu termasuk transaksi yang sedang kita bahas ini (pajak kripto), maka tetap dikenakan pajak dengan sistem self assessment," katanya ketika dihubungi TrenAsia.com, Rabu, 26 Januari 2022.

Dia menerangkan bahwa sejauh ini pemerintah masih menggodok skema pengenaan PPh untuk transaksi cryptocurrency atau mata uang kripto. 

Dengan demikian, pemerintah pada prinsipnya belum bisa menarik pajak dari transaksi digital seseorang yang masih dalam bentuk mata uang kripto.

"Sampai saat ini, transaksi NFT masih dalam pembahasan pemerintah. Pemerintah belum mengenakan pajak secara khusus terhadap transaksi digital tersebut," terangnya.

Ghozali sendiri tidak keberatan dengan permintaan DJP mengenai kewajibannya sebagai warga negara dalam membayar pajak. Dia bahkan dengan senang hati menyetor uangnya ke negara sesuai aturan PPh.

Sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP), besaran PPh WP Pribadi untuk penghasilan di bawah Rp5 miliar dikenakan sebesar 5%.

“Ini adalah pembayaran pajak pertama dalam hidup saya. Tentu saja saya akan membayarnya karena saya adalah warga negara Indonesia yang baik,” ungkap Ghozali dalam cuitan di Twitternya, 14 Januari 2022.

Adapun, menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia terus meningkat. Tahun lalu, tembus Rp859,4 triliun atau rata-rata Rp2,35 triliun per hari.

Nilai ini melonjak 1.222% jika dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar Rp65 triliun. Sementara itu, jumlah investor di pasar kripto pun makin gemuk mencapai 11,2 juta investor, meningkat 180% 4 juta pada 2020.

Pemerintah terus mengebut skema pengenaan pajak kripto agar bisa segera diterbitkan merespon ramainya transaksi aset kripto di kalangan masyarakat saat ini.