
Dolar AS Melemah, Bitcoin Menguat: Momentum Baru untuk Kripto?
- Indeks DXY yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang global saat ini tercatat berada di level terendahnya sejak April 2022. Kondisi ini membuka peluang investor Amerika untuk melirik aset alternatif seperti Bitcoin dan altcoin lainnya.
Fintech
JAKARTA - Pasar aset kripto menunjukkan performa positif selama sepekan terakhir. Bitcoin yang sebelumnya sempat turun ke kisaran US$75.000 kini kembali menguat dan stabil di level US$85.000 sejak akhir pekan lalu, tepatnya pada 12 April 2025. Meskipun sejumlah sentimen positif telah bermunculan, reli lanjutan masih belum terjadi.
Kebijakan pelonggaran tarif dari Amerika Serikat terhadap negara-negara yang tidak menerapkan tarif balasan, serta data inflasi konsumen (CPI) bulan Maret yang dirilis lebih baik dari proyeksi, memberikan angin segar bagi pelaku pasar. Namun, kedua faktor ini belum cukup kuat untuk mendorong harga Bitcoin melesat lebih tinggi.
Kendati demikian, sentimen tersebut tetap memberikan sokongan penting yang membuat harga Bitcoin bertahan di kisaran saat ini, di tengah ketidakpastian makroekonomi global.
- Tahun Penuh Tantangan, OJK Dorong Perbankan lewat 2 Insentif Ini
- Profil dan Kekayaan Azealia Banks yang Sebut Indonesia Tempat Sampah Dunia
- Baru Melantai di Bursa, Ini Profil Fore Kopi (FORE)
Analis Reku: Bitcoin Masih Berpotensi Menguji Kenaikan
Fahmi Almuttaqin, Analis Reku, memprediksi bahwa Bitcoin masih memiliki peluang untuk menembus garis tren sideways dalam waktu dekat.
“Minggu ini Bitcoin kemungkinan masih akan mencoba untuk menembus garis tren sideways yang apabila terjadi berpotensi memicu kenaikan lanjutan ke level US$95 ribu,” ujar Fahmi melalui hasil riset yang diterima TrenAsia, Selasa, 15 April 2025.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa potensi koreksi harga juga tetap terbuka. “Akan tetapi, potensi penurunan dari level yang ada saat ini hingga menyentuh area US$74 ribu cukup terbuka,” lanjutnya.
Data Ekonomi AS Jadi Fokus Investor
Fahmi juga menyoroti pentingnya data penjualan ritel AS yang dijadwalkan rilis pada 16 April. Menurutnya, data tersebut bisa memberikan gambaran mengenai tingkat kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi, serta risiko resesi dan inflasi ke depan.
“Data yang akan mencerminkan tingkat kepercayaan diri konsumen di AS di tengah perkembangan kebijakan ekonomi dan outlook ke depan yang ada tersebut dapat memberikan gambaran terhadap risiko resesi dan inflasi yang membayangi ekonomi saat ini,” jelas Fahmi.
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa pembaruan data money supply M2 pada 22 April menjadi indikator penting yang patut diperhatikan.
“Saat ini, data M2 bulan Februari yang dirilis 25 Maret lalu berada di angka US$21.671 miliar yang merupakan salah satu angka tertingginya sepanjang masa. Berlanjutnya peningkatan suplai uang beredar dapat mendorong pertumbuhan aset-aset berisiko ketika situasi dirasa telah lebih kondusif,” imbuhnya.
Pelemahan Dolar AS Picu Minat pada Aset Alternatif
Sementara itu, indeks DXY yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap mata uang global saat ini tercatat berada di level terendahnya sejak April 2022. Kondisi ini membuka peluang investor Amerika untuk melirik aset alternatif seperti Bitcoin dan altcoin lainnya.
“Kondisi dolar AS yang melemah dapat memicu investor AS untuk mencari aset alternatif seperti Bitcoin maupun altcoin dengan kekuatan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang cukup solid. Tidak jarang situasi tersebut dapat mengindikasikan awal dari potensi akan dimulainya kembali reli di pasar kripto seperti yang pernah terjadi pada akhir tahun 2017 lalu,” tambah Fahmi.
Baca Juga: Produk Derivatif Kripto: Instrumen Fleksibel untuk Raih Keuntungan di Pasar yang Volatil
Strategi Investasi yang Direkomendasikan untuk Pemula
Di tengah dinamika pasar yang ada, Fahmi menyarankan investor agar tetap tenang dan tidak terburu-buru mengambil keputusan. Ia menekankan bahwa prospek jangka panjang kripto masih cukup menjanjikan.
“Semakin besarnya ukuran pasar kripto saat ini tentu memberikan tantangan lebih bagi para investor, khususnya yang baru memulai investasi,” ujarnya.
Ia merekomendasikan agar investor pemula memanfaatkan platform edukatif yang mudah diakses. “Investor dapat memantau perkembangan pasar terkini melalui sumber informasi yang akurat dan mudah dimengerti, seperti Learning Hub yang disediakan Reku melalui aplikasi dan website, serta diupdate secara harian,” jelas Fahmi.
- Bitcoin Kembali Dilirik Sebagai Pelindung Nilai di Tengah Gonjang-ganjing Tarif Trump
- Asing Lepas 10 Saham Unggulan Senilai Rp4,6 Triliun, Tiga Big Banks Diobral
- IHSG Hari Ini Dibuka Naik 79,43 Poin ke 6.075,57
Optimalkan Strategi DCA dengan Fitur Packs
Sebagai strategi investasi, Fahmi menyarankan penggunaan metode dollar cost averaging (DCA), yakni membeli aset secara berkala dengan nominal tetap setiap periode.
“Strategi seperti dollar cost averaging (DCA) di mana investor mengakumulasi aset secara bertahap setiap periode tertentu seperti misalnya sebulan sekali juga menjadi opsi yang cukup menarik bagi investor pemula,” katanya.
Fahmi juga mengajak investor untuk memanfaatkan fitur Packs di aplikasi Reku sebagai sarana diversifikasi yang praktis. “Misalnya di fitur Packs di Reku, investor bisa berinvestasi pada berbagai crypto blue chip dengan performa terbaik dalam sekali swipe untuk memudahkan diversifikasi. Terlebih, fitur Packs yang dilengkapi dengan sistem Rebalancing akan membantu investor menyesuaikan alokasi investasinya sesuai dengan kondisi pasar secara otomatis,” tutupnya.