<p>Karyawati menunjukkan mata uang Dolar Amerika dan Rupiah di salah satu teller bank, di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Pasar Modal

Dolar AS Terus Menekan Rupiah, Analis: Pemerintah dan BI Tidak Perlu Panik

  • Ada beberapa faktor yang memperkuat alasan mengapa pemerintah dan BI tidak perlu panik terkait dengan rupiah yang terus ambles akibat penguatan dolar AS.
Pasar Modal
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa pemerintah dan Bank Indonesia (BI) tidak perlu panik atas nilai kurs dolar AS yang terus menekan rupiah.

Ada tiga faktor yang memperkuat alasan mengapa pemerintah dan BI tidak perlu panik terkait dengan rupiah yang terus ambles akibat penguatan dolar AS.

Pertama, jika dibandingkan dengan negara-negara G20, pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan yang terbaik, yakni masih di level 5,44% pada kuartal II-2022.

Kedua, Inflasi di Tanah Air masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara G20 lainnya, yakni di bawah level 6% secara tahunan.

"Dan Indonesia ke depannya punya secercah harapan. Jika pada 1998 Indonesia merupakan pasien Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), kini Indonesia bersyukur lantaran tidak masuk dalam daftar pasien IMF," ujar Ibrahim dikutip dari riset harian, Jumat, 21 Oktober 2022.

Ibrahim pun menyampaikan bahwa pemerintah perlu berhati-hati agar tidak menjadi bagian dari pasien IMF, terutama pada 2023-2024 mendatang. Untuk bisa bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia perlu menjaga stabilitas politik dan hukum.

Ketiga, Ibrahim juga menilai pelemahan atau depresiasi rupiah saat ini masih relatif terbatas dan masih dalam angka under value atau di bawah harga normal pasar.

"Artinya, kondisi saat ini lebih sangat dipengaruhi faktor sentimen. Penguatan dolar AS yang terjadi saat ini bukan hanya terjadi terhadap nilai tukar rupiah, tapi juga mata uang negara lainnya sehingga pemerintah dan BI tidak usah panik dalam menyikapi pelemahan mata uang rupiah ini," tutur Ibrahim.

Ekonom dan Co-founder serta Dewan Pakar Institute of Social, Economic, and Digital (ISED) Ryan Kiryanto pun mengungkapkan hal senada.

Menurut Ryan, pelemahan rupiah yang terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir merupakan fenomena yang didorong faktor sentimen dan bukan bersifat fundamental.

"Dalam hal ini, sebenarnya depresiasi rupiah terjadi karena faktor fundamental. Ini karena The Federal Reserve (The Fed) menaikan suku bunga Fed Fund Rate sangat agresif," ujar Ryan kepada TrenAsia, Jumat, 21 Oktober 2022.

Ryan mengemukakan, melemahnya rupiah yang terjadi secara tajam akhir-akhir ini adalah suatu anomali. Pasalnya, fundamental ekonomi Indonesia justru relatif lebih baik dibandingkan dengan AS.

Sementara itu, kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin yang diinisiasi dan diumumkan oleh BI pada hari Kamis, 20 Oktober 2022,  adalah langkah yang dinilai Ryan sebagai keputusan yang tepat untuk menahan pelemahan rupiah .

Menurut Ryan, kenaikan suku bunga ini khususnya dilakukan BI untuk menurunkan ekspetasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi, berkisar 6%-7% pascakenaikan bahan bakar minyak (BBM).

Langkah ini juga dilancarkan untuk memastikan inflasi inti ke depannya kembali ke sasaran 2%-4% lebih awal dari target sebelumnya di semester I-2023.

"Tak kalah penting, keputusan BI tersebut juga dimaksudkan untuk menjaga dan memperkuat kebijakan upaya menstabilkan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar sesuai dengan nilai fundamentalnya, yakni kinerja perekonomian yang stabil dan terus tumbuh positif," kata Ryan.

Jika dihitung sejak awal tahun hingga per 21 Oktober 2022, nilai kurs rupiah memang terus terpantau melemah meskipun sempat mengalami penguatan di beberapa hari perdagangan.

Pada 31 Desember 2021, posisi nilai kurs rupiah berada di level Rp14.263 perdolar AS. Sementara itu, menurut data perdagangan Bloomberg, Jumat, 21 Oktober 2022, nilai kurs rupiah menempati posisi Rp15.631 perdolar AS.

Dengan demikian, jika dibandingkan dengan posisi di akhir tahun, nilai kurs rupiah tercatat sudah terpangkas hingga 1.368 poin.

Pada perdagangan 22 Oktober 2022 pun nilai kurs rupiah ditutup melemah 60 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya, yakni Rp15.571 perdolar AS.