logo
hamas gaza.jpeg
Nasional

Donald Trump ke Hamas: Bebaskan Sandera atau Neraka akan Pecah di Gaza

  • Laporan terbaru mengungkapkan bahwa perusahaan keamanan AS, UG Solutions, telah merekrut 100 mantan perwira pasukan khusus AS untuk bertugas di pospos pemeriksaan strategis di Gaza.

Nasional

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengeluarkan ancaman keras terhadap kelompok Hamas dengan  menuntut pembebasan seluruh sandera Israel sebelum Sabtu pukul 12.00 siang. 

Trump menyatakan, jika ultimatumnya tidak dipenuhi gencatan senjata yang sedang berlangsung akan dibatalkan dan "semua neraka" akan pecah di Gaza. Ancaman ini disampaikan dalam konteks konflik Israel - Palestina yang semakin memanas, di mana gencatan senjata enam minggu sejak 19 Januari 2024 semakin rapuh.

"Tetapi sejauh yang saya ketahui, jika semua sandera tidak dikembalikan pada hari Sabtu pukul 12.00, saya pikir itu waktu yang tepat, saya akan mengatakan batalkan saja dan semua taruhan dibatalkan dan biarkan semua neraka pecah," ujar Trump mengancam dilansir the Whasington Post, Senin, 11 Februari 2024.

Trump menegaskan bahwa Hamas harus membebaskan seluruh sandera Israel secara sekaligus, bukan bertahap. Trump ngotot jika Hamas tidak memenuhi ultimatum ini, gencatan senjata akan dibatalkan, meski tidak menjelaskan lebih lanjut. "Hamas akan mengetahui apa yang saya maksud." tambah Trump.

Ancaman ini muncul setelah Hamas mengancam menunda pertukaran tawanan karena menuduh Israel melanggar gencatan senjata, terutama terkait pembantaian yang masih berlangsung di Tepi Barat. 

Trump menyebut tindakan Hamas sebagai "mengerikan" dan menegaskan bahwa Israel berhak mengambil keputusan sendiri, meski dia secara pribadi mendesak ultimatum tersebut.

Trump juga akan segera mengusir semua warga palestina dari Gaza. "Tidak, mereka tidak akan melakukannya (kembali ke Gaza), karena mereka akan mendapatkan perumahan yang jauh lebih baik (diluar Palestina)," ujar Trump.

Ancaman terhadap Yordania - Mesir

Saat ditanya apakah pasukan AS akan terlibat langsung dalam konflik ini, Trump menjawab, "Kita lihat saja apa yang terjadi." ujar Trump.

Namun, dia juga mengancam akan menangguhkan bantuan miliaran dolar kepada Yordania dan Mesir jika kedua negara menolak menerima warga Palestina sesuai rencana AS untuk Gaza.

Ancaman ini disampaikan menjelang pertemuan Trump dengan Raja Yordania Abdullah II di Washington minggu ini. Sebelumnya, Mesir telah menolak solusi yang dianggap melanggar hak - hak warga Palestina, memicu ketegangan dengan AS.

Tentara Bayaran AS di Gaza 

Laporan terbaru mengungkapkan bahwa perusahaan keamanan AS, UG Solutions, telah merekrut 100 mantan perwira pasukan khusus AS untuk bertugas di pospos pemeriksaan strategis di Gaza. 

Para tentara bayaran ini menerima gaji awal sebesar USD1.100 (Rp17 juta) per hari, dengan uang muka US$10.000. Mereka dipersenjatai dengan senapan M4 dan pistol Glock, meski aturan keterlibatan mereka tidak diungkapkan secara detail.

Kehadiran tentara bayaran AS di Gaza berpotensi menarik Amerika Serikat ke dalam konflik secara langsung. Mereka menghadapi ancaman dari kelompok bersenjata dan warga Palestina, yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut. 

Selain itu, Israel juga bekerja sama dengan perusahaan keamanan Mesir dan pasukan keamanan Mesir, yang telah menerima pelatihan kontraterorisme dalam beberapa bulan terakhir.

Potensi Krisis Besar dan Dampak Diplomatik

Penggunaan tentara bayaran AS di Gaza berisiko memicu krisis diplomatik, mirip dengan kasus Blackwater di Irak pada tahun 2007. Insiden tersebut menyebabkan reaksi internasional yang keras dan krisis politik bagi pemerintah AS. 

Jika terjadi insiden serupa di Gaza, hal ini dapat memperburuk hubungan AS dengan negara - negara di Timur Tengah dan memicu ketegangan global.

Masyarakat internasional berharap agar konflik ini dapat diselesaikan melalui jalur diplomasi, tanpa perlu eskalasi militer lebih lanjut. Namun, ancaman Trump dan kehadiran tentara bayaran AS di Gaza menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik ini dapat meluas dan melibatkan lebih banyak pihak. 

Selama situasi yang semakin tidak menentu, dunia menunggu langkah - langkah konkret dari para pemimpin global untuk mencegah pecahnya "semua neraka" di Gaza, seperti yang diingatkan oleh Donald Trump.