<p>Petugas PGN tengah melakukan pengecekan rutin Gas Engine di Plaza Indonesia. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Nasional

Dongkrak Daya Saing Industri, Penurunan Harga Gas Bakal Diperluas

  • Sejumlah industri mengaku kecipratan berkah dari penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBTU (million british thermal units). Faktanya, kebijakan ini mampu mendongkrak daya saing sektor industri manufaktur, sehingga memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.

Nasional
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Sejumlah industri mengaku kecipratan berkah dari penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBTU (million british thermal units). Faktanya, kebijakan ini mampu mendongkrak daya saing sektor industri manufaktur, sehingga memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional.

Dengan sentimen positif tersebut, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam menyatakan, pemerintah bakal memperluas program penurunan harga gas. Harapannya, pelaksanaan harga gas bumi tertentu ini dapat terealisasi 100%.

“Dengan adanya pemberlakuan harga gas ini, kami optimistis dapat meningkatkan pertumbuhan industri di masa pandemi,” kata Kayam dalam keterangan resmi, Rabu, 2 Desember 2020.

Terdapat tujuh sektor yang mendapatkan harga gas bumi tertentu, yakni  industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Adapun, jumlah perusahaan yang telah mendapat harga gas bumi tertentu sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 89K/2020 sebanyak 115 perusahaan dari total 176 perusahaan.

Menghimpun data Kemenperin, hingga November 2020, realisasi penurunan harga gas bumi untuk industri di wilayah Jawa Barat telah mencapai 100%.

Sebanyak 82% adalah pelanggan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) alias PGN untuk industri di bawah Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida) dan Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin), yang berlokasi di wilayah Jawa Timur.

Selanjutnya, sekitar 20-30% merupakan pelanggan yang masuk dalam Kepmen ESDM No 89K/2020. Selanjutnya, 100% untuk Unilever dan juga untuk industri oleokimia, serta 93% bagi pelanggan di Batam di wilayah Sumatera.

Suara Industri

Usut punya usut, gas berkontribusi sekitar 30% dari biaya produksi. Dengan turunnya tarif gas, harga jual kimia dasar di dalam negeri saat ini turun sekitar 3%-4%.

Hal ini diamini oleh Ketua Umum Asosiasi Kimia Dasar Anorganik (Akida), Michael Susanto Pardi. “Penurunan tarif gas membuat harga produk-produk dalam negeri sedikit turun, sehingga bisa mengerem banyaknya produk-produk yang banjir ke dalam negeri,” terangnya.

Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Yustinus Gunawan menyatakan, efek penurunan tarif gas berdampak positif bagi kinerja pabrikan selama pandemi.

AKLP mendata utilisasi industri kaca lembaran telah tumbuh 230 basis poin (bps) dari kuartal II-2020 menjadi 57,5% pada kuartal III-2020.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) Fajar Budiono menyatakan, gas merupakan komponen biaya produksi ketiga terbesar setelah bahan baku dan listrik, khususnya di industri petrokimia.

Sejak Juni lalu, anggotanya mulai mampu bersaing di pasar ekspor. “Harga gas turun, biaya produksi turun, sehingga kami bisa berkompetisi,” terangnya.

Fajar menyebutkan, sejumlah produk kimia yang diekspor antara lain polyethylenepolypropylene, dan polivinil klorida sebanyak 50 ribu ton. Produk tersebut dikirim ke China. Ekspor ini membantu menutupi penurunan permintaan di dalam negeri.

Utilisasi pabrik yang sempat turun pada masa awal pandemi pun perlahan naik. “Sebelumnya turun 85 persen. sekarang sudah meningkat jadi 90 persen,” ucapnya. (SKO)