Ilustrasi kredit perbankan.
Nasional

Dongkrak Kredit Perbankan, Ekonom Sarankan Pemerintah Beri Insentif Sektor Riil

  • Sektor riil di dalam negeri tidak memiliki regulasi yang memadai, sehingga setiap pelaku usaha menerapkan kebijakan yang berbeda.

Nasional

Bintang Surya Laksana

JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani memberikan saran kepada pemerintah untuk memberikan insentif kepada sektor riil dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan. Menurutnya, sektor riil di dalam negeri tidak memiliki regulasi yang memadai, sehingga setiap pelaku usaha menerapkan kebijakan yang berbeda.

“Tapi, ini bisa dilakukan oleh pemerintah, seperti dengan mengerahkan insentif,” kata Aviliani dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan Indef secara daring pada Kamis, 28 Desember 2023 di Jakarta.

Dalam memberikan contoh, Aviliani merujuk pada insentif pajak mobil dan motor yang telah diperkenalkan oleh pemerintah sebelumnya. Dia menyatakan insentif tersebut berhasil merangsang permintaan kredit dengan jumlah yang signifikan. Dengan demikian, terdapat peningkatan dalam kredit konsumsi yang terjadi karena adanya insentif dari pemerintah. 

Pemikiran tersebut  menegaskan pandangan pemerintah harus menciptakan langkah serupa untuk meningkatkan permintaan dari sektor perbankan.

Aviliani menekankan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencatat banyaknya pelaku usaha yang menyimpan dana mereka di Bank Indonesia (BI). Dia menjelaskan fenomena ini disebabkan oleh rendahnya permintaan dalam sektor perbankan.

“Bank menaruh uang di BI karena tidak ada permintaan. Jadi, jangan dibalik, bank tidak kasih kredit karena kalau tidak ada permintaan tidak mungkin bank bisa kasih kredit,” tambah Aviliani.

Dalam kegiatan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023 pada Rabu, 29 November 2023 lalu di Jakarta, Jokowi mengajak seluruh perbankan untuk berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya.

Hal tersebut disebabkan banyak pelaku usaha yang menyebut peredaran uang di Indonesia semakin berkurang. Jokowi menilai kondisi tersebut terjadi karena banyaknya pembelian instrumen yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan maupun Bank Indonesia.